NetworkedBlog Anak SMP - NetworkedBlog adalah salah satu fanpage di facebook, Kemarin Anak SMP sudah Membuat NetworkedBlog ini. Dan Tentang Apa Itu NetworkedBlog ada baiknya dicopas saja dari blognya wulan merindu saja, soalnya inti postingannya mirip2 sama... ;-)
NetworkedBlog :
Apa itu NetworkedBlogs? NetworkedBlogs adalah salah satu aplikasi yang bisa buat mempromosikan blog di Facebook dan bisa juga untuk ngeliat blog-blog lainnya.
Nih loh langkah-langkah untuk mengaktifkan aplikasi NetworkedBlogs di halaman Facebook kamu:
• Masuklah ke akun Facebook kamu
• Pilih Aplikasi yang berada di suduk kiri bawah, lalu klik Find More (Jelajahi Aplikasi Lain)
• Pada halaman berikutnya isi kata kunci “networkedblogs” pada kotak pencarian lalu Enter
• Pilih dan klik NetworkedBlogs
• Tekan link Jadi Penggemar
• Kemudian klik tombol Menuju ke Aplikasi (Go to Application)
• Muncul halaman Izin Akses, Tekan tombol Izinkan
• Klik Tab Profile
• Masukkan blog kamu dengan klik link Add Your Blog
• Masukkan nama blog kamu pada kotak teks Blog Name misal : Ruang Rindu, tulis alamat URL blog kamu seperti : http://wulanmerindublog.blogspot.com, topik atau tags, pilih bahasa blog, dan isi deskripsi singkat tentang blog kamu, kemudian tekan tombol Next
• Masukkan URL feed Blog kamu, lalu tekan tombol Next
• Selanjutnya muncul halaman pertanyaan Are you the Author of (nama blog kamu), Klik tombol Yes
• Selanjutnya kamu diminta untuk memverifikasi kepemilikan blog. Ada dua opsi, Ask a friends to verify you (mudah tapi butuh waktu) dan Use Our Widget to Verify blog Ownership (langsung tapi butuh skill)
• Sebagai Contoh saya pilih opsi: Use Our Widget to Verify blog Ownership
• Copy kode HTML yang diberikan, tempel di blog kamu
• Tekan Tombol Verify
• Sampai disini kamu berhasil memasukkan blog kamu.
• Klik Tab Profile, lalu klik tombol Show Your Blogs On Your Profile (Add to Profile / Cantumkan ke dalam Profil), kemudian muncul halaman profil kamu, klik tombol Keep (disudut kiri bawah)
• Kembali ke halaman NetworkedBlogs, klik juga List Your Blogs on Your info Tab (Add to Info / Tambahkan ke Info) kemudian muncul halaman profil kamu, klik tombol Keep (disudut kiri bawah)
Sebagai blogger, perspektif yang mestinya kita pakai dalam berselancar di situs-situs social media adalah, bagaimana menjaring traffic dari situs ini ke blog kita. Karena itulah saya gemar mencari aplikasi Facebook yang menguntungkan bagi blog saya.
Bagi Blogger, widget ini tentu berguna untuk mengetahui siapa saja yang menyukai dan mengikuti blog mereka.
NetworkedBlogs sebenarnya hampir serupa dengan widget Google Foolowers atau Google Friend Connect. MyBlogLog pun punya widget serupa. Intinya widget kaya gini gunanya bagi pembaca blog adalah mengingatkan blog mana saja yang pernah kita kunjungi dan sukai.
Kelebihan NetworkedBlogs, adalah mampu mengkoneksikan antara akun Facebook anda dengan blog anda atau blog yang anda ikuti. Kalau Google Follower mengharuskan kita memiliki akun di Google, dan harus log in ke Blogger.com untuk mengetahui perkembangan dari blog yang kita ikuti, NetworkedBlogs memungkinkan untuk menampilkan thumbnail blog kita atau blog yang kita sukai pada halaman profil kita di Facebook. Selain itu feed dari blog anda juga akan otomatis ter-publish di profil Facebook anda.
Teman-teman kita ataupun orang lain di Facebook bisa membaca artikel kita secara langsung. Kitapun bisa mendiskusikan artikel kita melalui forum yang otomatis disediakan pada aplikasi tersebut. Hal ini tentu saja sangat berguna untuk perkembangan blog kita nantinya, karena bisa dapetin umpan balik secara langsung dari followers (pengikut) kita di Facebook.
Aplikasi ini juga menyertakan fitur search dan browse berdasarkan kategori, sehingga tidak menutup kemungkinan blog anda akan dibaca oleh pengguna Facebook yang tidak termasuk ke dalam jaringan teman anda. Ruang Rindu sendiri terbilang baru menggunakan aplikasi ini.
Sekalian Majang widgetsnya, Barangkali ada yang ngefollow....
support to : SMP | Anak SMP | Gerakan SEO positif : SMP, Anak SMP Anak SMP
Selasa, 31 Agustus 2010
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA - CAK NUN [ Profil Emha Ainun Nadjib ]
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA
Oleh :
Emha Ainun Najib
Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunyaa
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati
Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkannama Allah ta'ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna
Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
Masjid badan gmpang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya
Lima
Masjid ruh kita baw ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita
Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid'ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya 'Alal Falah!
1987
Profil Emha Ainun Nadjib [ Cak Nun ] :
Nama:
EMHA AINUN NAJIB
Lahir:
Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953
Agama:
Islam
Isteri:
Novia Kolopaking
Pendidikan:
- SD, Jombang (1965)
- SMP Muhammadiyah, Yogyakarta (1968)
- SMA Muhammadiyah, Yogyakarta (1971)
- Pondok Pesantren Modern Gontor
- FE di Fakultas Filsafat UGM (tidak tamat)
Karir:
- Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
- Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
- Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
- Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
- Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media
Karya Seni Teater:
• Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
• Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
• Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
• Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
• Santri-Santri Khidhir (1990, bersama Teater Salahudin di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
• Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
• Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
• Perahu Retak (1992).
Buku Puisi:
• “M” Frustasi (1976),
• Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
• Sajak-Sajak Cinta (1978),
• Nyanyian Gelandangan (1982),
• 99 Untuk Tuhanku (1983),
• Suluk Pesisiran (1989),
• Lautan Jilbab (1989),
• Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
• Cahaya Maha Cahaya (1991),
• Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
• Abacadabra (1994),
• Syair Amaul Husna (1994)
Buku Essai:
• Dari Pojok Sejarah (1985),
• Sastra Yang Membebaskan (1985)
• Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
• Markesot Bertutur (1993),
• Markesot Bertutur Lagi (1994),
• Opini Plesetan (1996),
• Gerakan Punakawan (1994),
• Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
• Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
• Slilit Sang Kiai (1991),
• Sudrun Gugat (1994),
• Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
• Bola- Bola Kultural (1996),
• Budaya Tanding (1995),
• Titik Nadir Demokrasi (1995),
• Tuhanpun Berpuasa (1996),
• Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997)
• Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997)
• Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
• 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
• Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998)
• Kiai Kocar Kacir (1998)
• Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998)
• Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999)
• Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
• Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
• Menelusuri Titik Keimanan (2001),
• Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
• Segitiga Cinta (2001),
• “Kitab Ketentraman” (2001),
• “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001),
• “Tahajjud Cinta” (2003),
• “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003),
• Folklore Madura (2005),
• Puasa ya Puasa (2005),
• Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara),
• Kafir Liberal (2006)
• Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006)
Emha Ainun Nadjib
Kyai Kanjeng Sang Pelayan
Budayawan Emha Ainun Nadjib, kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953, ini seorang pelayan. Suami Novia Kolopaking dan pimpinan Grup Musik Kyai Kanjeng, yang dipanggil akrab Cak Nun, itu memang dalam berbagai kegiatannya, lebih bersifat melayani yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik dan sinergi ekonomi. Semua kegiatan pelayannya ingin menumbuhkan potensialitas rakyat.
Bersama Grup Musik Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, dengan acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Di samping itu, secara rutin (bulanan) bersama komunitas Masyarakat Padang Bulan, aktif mengadakan pertemuan sosial melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Dalam berbagai forum komunitas Masyarakat Padang Bulan, itu pembicaraan mengenai pluralisme sering muncul. Berkali-kali Cak Nun yang menolak dipanggil kiai itu meluruskan pemahaman mengenai konsep yang ia sebut sebagai manajemen keberagaman itu.
Dia selalu berusaha meluruskan berbagai salah paham mengenai suatu hal, baik kesalahan makna etimologi maupun makna kontekstual. Salah satunya mengenai dakwah, dunia yang ia anggap sudah terpolusi. Menurutnya, sudah tidak ada parameter siapa yang pantas dan tidak untuk berdakwah. “Dakwah yang utama bukan dengan kata-kata, melainkan dengan perilaku. Orang yang berbuat baik sudah berdakwah," katanya.
Karena itulah ia lebih senang bila kehadirannya bersama istri dan kelompok musik Kiai Kanjeng di taman budaya, masjid, dan berbagai komunitas warga tak disebut sebagai kegiatan dakwah. "Itu hanya bentuk pelayanan. Pelayanan adalah ibadah dan harus dilakukan bukan hanya secara vertikal, tapi horizontal," ujarnya.
Emha merintis bentuk keseniannya itu sejak akhir 1970-an, bekerja sama dengan Teater Dinasti -- yang berpangkalan di rumah kontrakannya, di Bugisan, Yogyakarta. Beberapa kota di Jawa pernah mereka datangi, untuk satu dua kali pertunjukan. Selain manggung, ia juga menjadi kolumnis.
Dia anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Almarhum MA Lathif, adalah seorang petani. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968). Sempat masuk Pondok Modern Gontor Ponorogo tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian pindah ke SMA Muhammadiyah I, Yogyakarta sampai tamat. Lalu sempat melanjut ke Fakultas Ekonomi UGM, tapi tidak tamat.
Lima tahun (1970-1975) hidup menggelandang di Malioboro, Yogya, ketika belajar sastra dari guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha berikutnya.
Karirnya diawali sebagai Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian menjadi Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum menjadi pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik Kyai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.
Ia juga mengikuti berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Karya Seni Teater
Cak Nun memacu kehidupan multi-kesenian di Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan beberapa reportoar serta pementasan drama. Di antaranya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto); Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan); Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern); Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
Selain itu, bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun). Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar); dan Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan.
Dia juga termasuk kreatif dalam menulis puisi. Terbukti, dia telah menerbitkan 16 buku puisi: “M” Frustasi (1976); Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978); Sajak-Sajak Cinta (1978); Nyanyian Gelandangan (1982); 99 Untuk Tuhanku (1983); Suluk Pesisiran (1989); Lautan Jilbab (1989); Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990); Cahaya Maha Cahaya (1991); Sesobek Buku Harian Indonesia (1993); Abacadabra (1994); dan Syair Amaul Husna (1994)
Selain itu, juga telah menerbitkan 30-an buku esai, di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Secangkir Kopi Jon Pakir (1990); Markesot Bertutur (1993); Markesot Bertutur Lagi (1994); Opini Plesetan (1996); Gerakan Punakawan (1994); Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Slilit Sang Kiai (1991); Sudrun Gugat (1994); Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995); Bola- Bola Kultural (1996); Budaya Tanding (1995); Titik Nadir Demokrasi (1995); Tuhanpun Berpuasa (1996); Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997); Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997);
Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998); Kiai Kocar Kacir (1998); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Keranjang Sampah (1998); Ikrar Husnul Khatimah (1999); Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000); Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000); Menelusuri Titik Keimanan (2001); Hikmah Puasa 1 & 2 (2001); Segitiga Cinta (2001); “Kitab Ketentraman” (2001); “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001); “Tahajjud Cinta” (2003); “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003); Folklore Madura (2005); Puasa ya Puasa (2005); Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara); Kafir Liberal (2006); dan, Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006).
Pluralisme
Cak Nun bersama Grup Musik Kiai Kanjeng dengan balutan busana serba putih, ber-shalawat (bernyanyi) dengan gaya gospel yang kuat dengan iringan musik gamelan kontemporer di hadapan jemaah yang berkumpul di sekitar panggung Masjid Cut Meutia. Setelah shalat tarawih terdiam, lalu sayup-sayup terdengar intro lagu Malam Kudus. Kemudian terdengar syair, "Sholatullah salamullah/ ’Ala thoha Rasulillah/ Sholatullah salamullah/ Sholatullah salamullah/ ’Ala yaasin Habibillah/ ’Ala yaasin Habibillah..."
Tepuk tangan dan teriakan penonton pun membahana setelah shalawat itu selesai dilantunkan. "Tidak ada lagu Kristen, tidak ada lagu Islam. Saya bukan bernyanyi, saya ber-shalawat," ujarnya menjawab pertanyaan yang ada di benak jemaah masjid.
Tampaknya Cak Nun berupaya merombak cara pikir masyarakat mengenai pemahaman agama. Bukan hanya pada Pagelaran Al Quran dan Merah Putih Cinta Negeriku di Masjid Cut Meutia, Jakarta, Sabtu (14/10/2006) malam, itu ia melakukan hal-hal yang kontroversial. Dalam berbagai komunitas yang dibentuknya, oase pemikiran muncul, menyegarkan hati dan pikiran.
Perihal pluralisme, sering muncul dalam diskusi Cak Nun bersama komunitasnya. "Ada apa dengan pluralisme?" katanya. Menurut dia, sejak zaman kerajaan Majapahit tidak pernah ada masalah dengan pluralisme.
"Sejak zaman nenek moyang, bangsa ini sudah plural dan bisa hidup rukun. Mungkin sekarang ada intervensi dari negara luar," ujar Emha. Dia dengan tegas menyatakan mendukung pluralisme. Menurutnya, pluralisme bukan menganggap semua agama itu sama. Islam beda dengan Kristen, dengan Buddha, dengan Katolik, dengan Hindu. “Tidak bisa disamakan, yang beda biar berbeda. Kita harus menghargai itu semua," tutur budayawan intelektual itu. ►e-ti
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/e/emha-ainun-nadjib/index.shtml (sumber)
Oleh :
Emha Ainun Najib
Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunyaa
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati
Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkannama Allah ta'ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna
Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
Masjid badan gmpang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya
Lima
Masjid ruh kita baw ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita
Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid'ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya 'Alal Falah!
1987
Profil Emha Ainun Nadjib [ Cak Nun ] :
Nama:
EMHA AINUN NAJIB
Lahir:
Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953
Agama:
Islam
Isteri:
Novia Kolopaking
Pendidikan:
- SD, Jombang (1965)
- SMP Muhammadiyah, Yogyakarta (1968)
- SMA Muhammadiyah, Yogyakarta (1971)
- Pondok Pesantren Modern Gontor
- FE di Fakultas Filsafat UGM (tidak tamat)
Karir:
- Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
- Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
- Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
- Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
- Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media
Karya Seni Teater:
• Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
• Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
• Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
• Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
• Santri-Santri Khidhir (1990, bersama Teater Salahudin di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
• Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
• Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
• Perahu Retak (1992).
Buku Puisi:
• “M” Frustasi (1976),
• Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
• Sajak-Sajak Cinta (1978),
• Nyanyian Gelandangan (1982),
• 99 Untuk Tuhanku (1983),
• Suluk Pesisiran (1989),
• Lautan Jilbab (1989),
• Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
• Cahaya Maha Cahaya (1991),
• Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
• Abacadabra (1994),
• Syair Amaul Husna (1994)
Buku Essai:
• Dari Pojok Sejarah (1985),
• Sastra Yang Membebaskan (1985)
• Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
• Markesot Bertutur (1993),
• Markesot Bertutur Lagi (1994),
• Opini Plesetan (1996),
• Gerakan Punakawan (1994),
• Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
• Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
• Slilit Sang Kiai (1991),
• Sudrun Gugat (1994),
• Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
• Bola- Bola Kultural (1996),
• Budaya Tanding (1995),
• Titik Nadir Demokrasi (1995),
• Tuhanpun Berpuasa (1996),
• Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997)
• Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997)
• Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
• 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
• Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998)
• Kiai Kocar Kacir (1998)
• Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998)
• Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999)
• Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
• Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
• Menelusuri Titik Keimanan (2001),
• Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
• Segitiga Cinta (2001),
• “Kitab Ketentraman” (2001),
• “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001),
• “Tahajjud Cinta” (2003),
• “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003),
• Folklore Madura (2005),
• Puasa ya Puasa (2005),
• Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara),
• Kafir Liberal (2006)
• Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006)
Emha Ainun Nadjib
Kyai Kanjeng Sang Pelayan
Budayawan Emha Ainun Nadjib, kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953, ini seorang pelayan. Suami Novia Kolopaking dan pimpinan Grup Musik Kyai Kanjeng, yang dipanggil akrab Cak Nun, itu memang dalam berbagai kegiatannya, lebih bersifat melayani yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik dan sinergi ekonomi. Semua kegiatan pelayannya ingin menumbuhkan potensialitas rakyat.
Bersama Grup Musik Kiai Kanjeng, Cak Nun rata-rata 10-15 kali per bulan berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, dengan acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Di samping itu, secara rutin (bulanan) bersama komunitas Masyarakat Padang Bulan, aktif mengadakan pertemuan sosial melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Dalam berbagai forum komunitas Masyarakat Padang Bulan, itu pembicaraan mengenai pluralisme sering muncul. Berkali-kali Cak Nun yang menolak dipanggil kiai itu meluruskan pemahaman mengenai konsep yang ia sebut sebagai manajemen keberagaman itu.
Dia selalu berusaha meluruskan berbagai salah paham mengenai suatu hal, baik kesalahan makna etimologi maupun makna kontekstual. Salah satunya mengenai dakwah, dunia yang ia anggap sudah terpolusi. Menurutnya, sudah tidak ada parameter siapa yang pantas dan tidak untuk berdakwah. “Dakwah yang utama bukan dengan kata-kata, melainkan dengan perilaku. Orang yang berbuat baik sudah berdakwah," katanya.
Karena itulah ia lebih senang bila kehadirannya bersama istri dan kelompok musik Kiai Kanjeng di taman budaya, masjid, dan berbagai komunitas warga tak disebut sebagai kegiatan dakwah. "Itu hanya bentuk pelayanan. Pelayanan adalah ibadah dan harus dilakukan bukan hanya secara vertikal, tapi horizontal," ujarnya.
Emha merintis bentuk keseniannya itu sejak akhir 1970-an, bekerja sama dengan Teater Dinasti -- yang berpangkalan di rumah kontrakannya, di Bugisan, Yogyakarta. Beberapa kota di Jawa pernah mereka datangi, untuk satu dua kali pertunjukan. Selain manggung, ia juga menjadi kolumnis.
Dia anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Almarhum MA Lathif, adalah seorang petani. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968). Sempat masuk Pondok Modern Gontor Ponorogo tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian pindah ke SMA Muhammadiyah I, Yogyakarta sampai tamat. Lalu sempat melanjut ke Fakultas Ekonomi UGM, tapi tidak tamat.
Lima tahun (1970-1975) hidup menggelandang di Malioboro, Yogya, ketika belajar sastra dari guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha berikutnya.
Karirnya diawali sebagai Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian menjadi Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum menjadi pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik Kyai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.
Ia juga mengikuti berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Karya Seni Teater
Cak Nun memacu kehidupan multi-kesenian di Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan beberapa reportoar serta pementasan drama. Di antaranya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto); Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan); Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern); Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
Selain itu, bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun). Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar); dan Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan.
Dia juga termasuk kreatif dalam menulis puisi. Terbukti, dia telah menerbitkan 16 buku puisi: “M” Frustasi (1976); Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978); Sajak-Sajak Cinta (1978); Nyanyian Gelandangan (1982); 99 Untuk Tuhanku (1983); Suluk Pesisiran (1989); Lautan Jilbab (1989); Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990); Cahaya Maha Cahaya (1991); Sesobek Buku Harian Indonesia (1993); Abacadabra (1994); dan Syair Amaul Husna (1994)
Selain itu, juga telah menerbitkan 30-an buku esai, di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Secangkir Kopi Jon Pakir (1990); Markesot Bertutur (1993); Markesot Bertutur Lagi (1994); Opini Plesetan (1996); Gerakan Punakawan (1994); Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Slilit Sang Kiai (1991); Sudrun Gugat (1994); Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995); Bola- Bola Kultural (1996); Budaya Tanding (1995); Titik Nadir Demokrasi (1995); Tuhanpun Berpuasa (1996); Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997); Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997);
Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998); Kiai Kocar Kacir (1998); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Keranjang Sampah (1998); Ikrar Husnul Khatimah (1999); Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000); Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000); Menelusuri Titik Keimanan (2001); Hikmah Puasa 1 & 2 (2001); Segitiga Cinta (2001); “Kitab Ketentraman” (2001); “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001); “Tahajjud Cinta” (2003); “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003); Folklore Madura (2005); Puasa ya Puasa (2005); Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara); Kafir Liberal (2006); dan, Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006).
Pluralisme
Cak Nun bersama Grup Musik Kiai Kanjeng dengan balutan busana serba putih, ber-shalawat (bernyanyi) dengan gaya gospel yang kuat dengan iringan musik gamelan kontemporer di hadapan jemaah yang berkumpul di sekitar panggung Masjid Cut Meutia. Setelah shalat tarawih terdiam, lalu sayup-sayup terdengar intro lagu Malam Kudus. Kemudian terdengar syair, "Sholatullah salamullah/ ’Ala thoha Rasulillah/ Sholatullah salamullah/ Sholatullah salamullah/ ’Ala yaasin Habibillah/ ’Ala yaasin Habibillah..."
Tepuk tangan dan teriakan penonton pun membahana setelah shalawat itu selesai dilantunkan. "Tidak ada lagu Kristen, tidak ada lagu Islam. Saya bukan bernyanyi, saya ber-shalawat," ujarnya menjawab pertanyaan yang ada di benak jemaah masjid.
Tampaknya Cak Nun berupaya merombak cara pikir masyarakat mengenai pemahaman agama. Bukan hanya pada Pagelaran Al Quran dan Merah Putih Cinta Negeriku di Masjid Cut Meutia, Jakarta, Sabtu (14/10/2006) malam, itu ia melakukan hal-hal yang kontroversial. Dalam berbagai komunitas yang dibentuknya, oase pemikiran muncul, menyegarkan hati dan pikiran.
Perihal pluralisme, sering muncul dalam diskusi Cak Nun bersama komunitasnya. "Ada apa dengan pluralisme?" katanya. Menurut dia, sejak zaman kerajaan Majapahit tidak pernah ada masalah dengan pluralisme.
"Sejak zaman nenek moyang, bangsa ini sudah plural dan bisa hidup rukun. Mungkin sekarang ada intervensi dari negara luar," ujar Emha. Dia dengan tegas menyatakan mendukung pluralisme. Menurutnya, pluralisme bukan menganggap semua agama itu sama. Islam beda dengan Kristen, dengan Buddha, dengan Katolik, dengan Hindu. “Tidak bisa disamakan, yang beda biar berbeda. Kita harus menghargai itu semua," tutur budayawan intelektual itu. ►e-ti
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/e/emha-ainun-nadjib/index.shtml (sumber)
Senin, 30 Agustus 2010
Sajak - Subagio Sastrowardoyo [ Profil Subagio Sastrowardoyo ]
Sajak
oleh Subagio Sastrowardoyo
Apakah arti sajak ini
Kalau anak semalam batuk-batuk,
bau vicks dan kayuputih
melekat di kelambu.
Kalau istri terus mengeluh
tentang kurang tidur, tentang
gajiku yang tekor buat
bayar dokter, bujang dan makan sehari.
Kalau terbayang pantalon
sudah sebulan sobek tak terjahit.
Apakah arti sajak ini
Kalau saban malam aku lama terbangun:
hidup ini makin mengikat dan mengurung.
Apakah arti sajak ini:
Piaraan anggerek tricolor di rumah atau
pelarian kecut ke hari akhir?
Ah, sajak ini,
mengingatkan aku kepada langit dan mega.
Sajak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian.
Sajak ini melupakan aku kepada pisau dan tali.
Sajak ini melupakan kepada bunuh diri.(sumber)
Profil Subagyo Sastrowardoyo :
Subagio Sastrowardoyo dilahirkan di Madiun (Jawa Timur) tanggal 1 Februari 1924. Dalam sastra Indonesia Subagio Sastrowardoyo lebih dikenal sebagai penyair meskipun tulisannya tidak terbatas pada puisi.
Nama Subagio Sastrowardoyo dicatat pertama kali dalam peta perpuisian
Indonesia ketika kumpulan puisinya Simphoni terbit tahun 1957 di
Yogyakarta.Ia ditulis oleh seorang yang tidak memberi aksentuasi pada gerak, pada suara keras, atau kesibukan di luar dirinya.
Ia justru suatu perlawanan terhadap gerak, suara keras, serta kesibukan
di luar sebab Subagio Sastrowardoyo memilih diam dan memenangkan diam. a meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1996 dalam usia 72 tahun.
Pendidikan Subagio dilakukan di berbagai tempat, yaitu HIS di Bandung dan Jakarta. Pendidikan HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta.
Pada tahun 1958 berhasil menamatkan studinya di Fakultas Sastra,
Universitas Gadjah Mada dan 1963 meraih gelar master of art (M.A.) dari
Department of Comparative Literature, Universitas Yale, Amerika Serikat.
Subagio pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia B-1 di Yogyakarta (1954—1958). Ia juga pernah mengajar di almamaternya, Fakultas Sastra, UGM pada tahun 1958—1961. Pada 1966—1971 ia mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung .
Selanjutnya, tahun 1971—1974 mengajar di Salisbury Teacherrs College,
Australia Selatan, dan di Universitas Flinders, Australia Selatan tahun
1974—1981. Selain itu, ia juga pernah bekerja
sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta (1982—1984) dan sebagai anggota
Kelompok Kerja Sosial Budaya Lemhanas dan Direktur Muda Penerbitan PN
Balai Pustaka (1981).
Oleh karena itu, ia tidak saja dikenal sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan cerpenis.
Ajip Rosidi yang menggolongkannya ke dalam pengarang periode 1953—1961
menyatakan bahwa selain sebagai penyair, Subagio juga penting dengan
prosa dan esai-esainya.(sumber)
oleh Subagio Sastrowardoyo
Apakah arti sajak ini
Kalau anak semalam batuk-batuk,
bau vicks dan kayuputih
melekat di kelambu.
Kalau istri terus mengeluh
tentang kurang tidur, tentang
gajiku yang tekor buat
bayar dokter, bujang dan makan sehari.
Kalau terbayang pantalon
sudah sebulan sobek tak terjahit.
Apakah arti sajak ini
Kalau saban malam aku lama terbangun:
hidup ini makin mengikat dan mengurung.
Apakah arti sajak ini:
Piaraan anggerek tricolor di rumah atau
pelarian kecut ke hari akhir?
Ah, sajak ini,
mengingatkan aku kepada langit dan mega.
Sajak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian.
Sajak ini melupakan aku kepada pisau dan tali.
Sajak ini melupakan kepada bunuh diri.(sumber)
Profil Subagyo Sastrowardoyo :
Subagio Sastrowardoyo dilahirkan di Madiun (Jawa Timur) tanggal 1 Februari 1924. Dalam sastra Indonesia Subagio Sastrowardoyo lebih dikenal sebagai penyair meskipun tulisannya tidak terbatas pada puisi.
Nama Subagio Sastrowardoyo dicatat pertama kali dalam peta perpuisian
Indonesia ketika kumpulan puisinya Simphoni terbit tahun 1957 di
Yogyakarta.Ia ditulis oleh seorang yang tidak memberi aksentuasi pada gerak, pada suara keras, atau kesibukan di luar dirinya.
Ia justru suatu perlawanan terhadap gerak, suara keras, serta kesibukan
di luar sebab Subagio Sastrowardoyo memilih diam dan memenangkan diam. a meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1996 dalam usia 72 tahun.
Pendidikan Subagio dilakukan di berbagai tempat, yaitu HIS di Bandung dan Jakarta. Pendidikan HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta.
Pada tahun 1958 berhasil menamatkan studinya di Fakultas Sastra,
Universitas Gadjah Mada dan 1963 meraih gelar master of art (M.A.) dari
Department of Comparative Literature, Universitas Yale, Amerika Serikat.
Subagio pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia B-1 di Yogyakarta (1954—1958). Ia juga pernah mengajar di almamaternya, Fakultas Sastra, UGM pada tahun 1958—1961. Pada 1966—1971 ia mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung .
Selanjutnya, tahun 1971—1974 mengajar di Salisbury Teacherrs College,
Australia Selatan, dan di Universitas Flinders, Australia Selatan tahun
1974—1981. Selain itu, ia juga pernah bekerja
sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta (1982—1984) dan sebagai anggota
Kelompok Kerja Sosial Budaya Lemhanas dan Direktur Muda Penerbitan PN
Balai Pustaka (1981).
Oleh karena itu, ia tidak saja dikenal sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan cerpenis.
Ajip Rosidi yang menggolongkannya ke dalam pengarang periode 1953—1961
menyatakan bahwa selain sebagai penyair, Subagio juga penting dengan
prosa dan esai-esainya.(sumber)
Minggu, 29 Agustus 2010
Atraksi Anak SMP Muhammadiyyah 1 Blora
Atraksi Anak SMP Muhammadiyyah 1 Blora di Acara Pelepasan th 2008
sumber gambar atraksi Anak SMP Muhammadiyah 1 Blora : http://smpmuhiblora.blogspot.com
sumber gambar atraksi Anak SMP Muhammadiyah 1 Blora : http://smpmuhiblora.blogspot.com
Sabtu, 28 Agustus 2010
Kami Bertiga - Sapardi Djoko Damono
Kami Bertiga - Sapardi Djoko Damono
dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata --
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata
dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata --
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata
Rabu, 25 Agustus 2010
Aku Ingin - Sapardi Djoko Damono
AKU INGIN - Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Selasa, 24 Agustus 2010
Dibawa Gelombang - Sanusi Pane [Profil Sanusi Pane]
DIBAWA GELOMBANG - Sanusi Pane
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
Jauh di atas bintang kemilau
Seperti sudah berabad-abad
Dengan damai mereka meninjau
Kehidupan bumi yang kecil amat
Aku bernyanyi dengan suara
Seperti bisikan angin di daun
Suaraku hilang dalam udara
Dalam laut yang beralun-alun
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
Profil SAnusi PAne
Sastrawan Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, Sumatera Utara, 14 November 1905. Ia menempuh pendidikan formal di HIS dan ElS di Padang Sidempuan, Tanjungbalai, Sibolga, Sumatera Utara. Kemudian melanjutkan ke Mulo di Padang dan Jakarta, tamat 1922. Setamat Kweekschool Gunung Sahari tahun 1925, ia diminta mengajar di sekolah itu juga yang kemudian dipindahkan ke Lembang dan jadi HIK. Selanjutnya ia mendapat kesempatan mengikuti kuliah Othnologi di Rechtshogeschool.
Pada Tahun 1929-1930 ia mengunjungi India. Sekembalinya dari sana, ia duduk dalam redaksi majalah TIMBUL (dalam bahasa Belanda, kemudian pakai lampiran Indonesia), ia menulis karangan-karangan kesusastraan, filsafat dan politik, sambil bekerja sebagai guru. Tahun 1934, ia dipecat sebagai guru karena keanggotaannya dalam PNI. Kemudian ia menjadi pemimpin sekolah-sekolah Perguruan Rakyat di Bandung dan menjadi guru pada sekolah menengah Perguruan Rakyat di Jakarta. Tahun 1936, ia menjadi pemimpin surat kabar Tionghoa-Melayu KEBANGUNAN di Jakarta dan tahun 1941, ia menjadi redaktur Balai Pustaka.
Dalam banyak hal Sanusi Pane adalah antipode dari Sutan Takdir Alisjahbana. Berbeda dengan Takdir yang menghendaki coretan yang hitam dan tebal”dibawah pra-Indonesia, yang dianggapnya telah menyebabkan bangsa Indonesia telah menjadi nista, Sanusi sebaliknya malah mencari ke jaman Indonesia purba dan kearah nirwana kebudayaan Hindu. Perkembangan filsafat hidupnya sampai pada sintesa Timur dan Barat, persatuan rohani dan jasmani, akhirat dan dunia, idealisme dan materialisme. Puncak periode ini ialah dramanya Manusia Baru. PB/PR 1940.
Sanusi Pane banyak mengarang buku, diantaranya ; Pancaran Cinta dan Prosa Berirama ditahun 1926, Puspa Mega dan Kumpulan Sajak ditahun 1927, Airlangga”drama dalam bahasa Belanda, pada tahun 1928, Eenzame Caroedalueht, drama dalam bahasa Belanda ditahun 1929, Madah Kelana dan kumpulan sajak yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1931, naskah drama Kertajaya ditahun 1932, naskah drama Sandhyakala Ning Majapahit”pada tahun 1933, naskah drama Manusia Baru yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1940. Selain itu, ia juga menterjemahkan dari bahasa Jawa kuno kekawin Mpu Kanwa dan Arjuna Wiwaha yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1940.*** (sumber)
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
Jauh di atas bintang kemilau
Seperti sudah berabad-abad
Dengan damai mereka meninjau
Kehidupan bumi yang kecil amat
Aku bernyanyi dengan suara
Seperti bisikan angin di daun
Suaraku hilang dalam udara
Dalam laut yang beralun-alun
Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu
Profil SAnusi PAne
Sastrawan Sanusi Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Tapanuli, Sumatera Utara, 14 November 1905. Ia menempuh pendidikan formal di HIS dan ElS di Padang Sidempuan, Tanjungbalai, Sibolga, Sumatera Utara. Kemudian melanjutkan ke Mulo di Padang dan Jakarta, tamat 1922. Setamat Kweekschool Gunung Sahari tahun 1925, ia diminta mengajar di sekolah itu juga yang kemudian dipindahkan ke Lembang dan jadi HIK. Selanjutnya ia mendapat kesempatan mengikuti kuliah Othnologi di Rechtshogeschool.
Pada Tahun 1929-1930 ia mengunjungi India. Sekembalinya dari sana, ia duduk dalam redaksi majalah TIMBUL (dalam bahasa Belanda, kemudian pakai lampiran Indonesia), ia menulis karangan-karangan kesusastraan, filsafat dan politik, sambil bekerja sebagai guru. Tahun 1934, ia dipecat sebagai guru karena keanggotaannya dalam PNI. Kemudian ia menjadi pemimpin sekolah-sekolah Perguruan Rakyat di Bandung dan menjadi guru pada sekolah menengah Perguruan Rakyat di Jakarta. Tahun 1936, ia menjadi pemimpin surat kabar Tionghoa-Melayu KEBANGUNAN di Jakarta dan tahun 1941, ia menjadi redaktur Balai Pustaka.
Dalam banyak hal Sanusi Pane adalah antipode dari Sutan Takdir Alisjahbana. Berbeda dengan Takdir yang menghendaki coretan yang hitam dan tebal”dibawah pra-Indonesia, yang dianggapnya telah menyebabkan bangsa Indonesia telah menjadi nista, Sanusi sebaliknya malah mencari ke jaman Indonesia purba dan kearah nirwana kebudayaan Hindu. Perkembangan filsafat hidupnya sampai pada sintesa Timur dan Barat, persatuan rohani dan jasmani, akhirat dan dunia, idealisme dan materialisme. Puncak periode ini ialah dramanya Manusia Baru. PB/PR 1940.
Sanusi Pane banyak mengarang buku, diantaranya ; Pancaran Cinta dan Prosa Berirama ditahun 1926, Puspa Mega dan Kumpulan Sajak ditahun 1927, Airlangga”drama dalam bahasa Belanda, pada tahun 1928, Eenzame Caroedalueht, drama dalam bahasa Belanda ditahun 1929, Madah Kelana dan kumpulan sajak yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1931, naskah drama Kertajaya ditahun 1932, naskah drama Sandhyakala Ning Majapahit”pada tahun 1933, naskah drama Manusia Baru yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1940. Selain itu, ia juga menterjemahkan dari bahasa Jawa kuno kekawin Mpu Kanwa dan Arjuna Wiwaha yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1940.*** (sumber)
Senin, 23 Agustus 2010
Membuka Label Profil SMP SMP di Indonesia
Membuka Label Profil SMP SMP di Indonesia - Anak SMP kali ini mencoba membuka sebuah label Profil SMP SMP di Indonesia ini, mungkin artikelnya Hanya copasan doang dari SMP SMP yang pernah muncul di internet, dan akan diposting secara terjadwal.
Moga Saja bisa lengkap profil profil SMP SMP nya dan Jadi Bagus Hasilnya.
Amiiin
Moga Saja bisa lengkap profil profil SMP SMP nya dan Jadi Bagus Hasilnya.
Amiiin
Blog Anak Smp Launching
Blog Anak Smp Launching- Blog Anak SmP ini lahir atas adanya keprihatinan tentang keywords SMP, ANAK SMP, ataupun yang berbau bau SMP yang tercoreng dengan hal2 yang berbau bau kata SMP, SMP BUGIL,BOKEP SMP, VIDEO GP SMP atauapun kata2 pornografi SMP lainnya yang membuat penulis merinding DISCO dan MAU DIBAWA KEMANA dunia perinternetan ini bila thoh kata SMP saja sudah banyak disalahguanakan seperti tersebut.
Nah, kepada semuanya saja, mohon dukungannya ya, moga situs ini bisa ikut neramaikan keywords SMP tanpa berbau pornografi, saru jorok ataupun yang tak senonoh lainnya.
Mungkin labelnya bisa bercerita Cerita Cerita Anak SMP, Lagu Lagu Anak SMP, Puisi Puisi ANak SMP, ataupun postingan copas Blogger lainnya tentang Kata SMP.
Moga AJah BLOG ANAK SMP bisa berkembang.
Amiiin
Nah, kepada semuanya saja, mohon dukungannya ya, moga situs ini bisa ikut neramaikan keywords SMP tanpa berbau pornografi, saru jorok ataupun yang tak senonoh lainnya.
Mungkin labelnya bisa bercerita Cerita Cerita Anak SMP, Lagu Lagu Anak SMP, Puisi Puisi ANak SMP, ataupun postingan copas Blogger lainnya tentang Kata SMP.
Moga AJah BLOG ANAK SMP bisa berkembang.
Amiiin
Minggu, 22 Agustus 2010
Blood Rain tragedy has been revealed !!!!!
Find out if we have any news about the Rain of Blood is very surprising and happens in India, as if we think the logic is not possible if it should happen Blood Rain, because where did the blood that often emerged from the sky?? and also how it could all happen? Review our nah answer here, only in The News about the Tragedy of Blood Rain has been Revealed!!
After the scientists researching rain like blood red, it turns out, is very evident if it was indeed blood, and in the red rain cells, there is life, and also many who say if the cause is due to the rain of blood, there some bats that fly in groups and then was hit by a meteor that will be down to earth, so that the blood of bats are scattered and in that time it rained so that blood is mixed with water flying fox and red.
Now this photo Blood Rain In India :
That was the photographs of the Tragedy of Blood Rain has been Revealed!!
If you would enjoy Berida others only in "Media Kita Semua" and also in "Media Mesum" for those of you who will download will enter and will find writings adf.ly Skip the add, and you just click the text, then the link that you want will you get for free .
Istri - Darmanto Jatman [Profil Darmanto Jatman]
Istri - Darmanto Jatman
isteri mesti digemateni
Ia sumber berkah dan rezeki
(Towikromo, Tambran, Pundong, Bantul)
Isteri sangat penting untuk kita
Menyapu pekarangan
Memasak di dapur
Mencuci di sumur
mengirim rantang di sawah
dan mengeroki kita kalau kita masuk angin
Ya. Isteri sangat penting untuk kita
Ia sisihan kita
kalau kita pergi ke kandang
Ia tetimbangan kita
kalau kita menjual palawija
Ia teman belakang kita
kalau kita lapar dan mau makan
Ia sigaraning nyawa kita
kalau kita
Ia sakti kita!
Ah. Lihatlah. Ia menjadi sama penting dengan
kerbau, luku, sawah, dan pohon kelapa
Ia kita cangkul malam hari dan tak pernah mengeluh walau capek.
Ia selalu rapi menyimpan benih yang kita tanamkan dengan rasa syukur,
tahu terima kasih dan meninggikan harkat kita sebagai laki-laki.
Ia selalu memelihara anak-anak kita dengan bersungguh-sungguh
seperti kita memelihara ayam, itik, kambing atau jagung.
Ah. Ya. Isteri sangat penting bagi kita justru ketika kita mulai melupakannya:
Seperti lidah ia di mulut kita
tak terasa
Seperti jantung ia di dada kita
tak teraba
Ya.ya. Isteri sangat penting bagi kita justru ketika mulai melupakannya
Jadi, waspadalah!
Tetap, madep, manteb
Gemati, nastiti, ngati-ati
Supaya kita mandiri, perkasa, dan pintar ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel, atau lurah
Seperti Subadra bagi Arjuna
makin jelita ia dia antara maru-marunya:
Seperti Arimbi bagi Bima
Jadilah ia jelita ketika melahirkan jabang bayi Tetuka;
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka
Ah. Ah. Ah.
Alangkah pentingnya isteri ketika kita melupakannya
Hormatilah isterimu
Seperti kau menghormati Dewi Sri
Sumber hidupmu
Makanlah
Karena demikianlah suratannya
sumber
[Profil Darmanto Jatman]
Ia terlahir dengan nama Soedarmanto. Dahulu ia juga dikenal dengan nama Darmanto Jt, dan sekarang ia tersohor dengan nama Darmanto Jatman. Nama panggilan akrabnya adalah Toto. Penyair yang dahulu berambut kribo itu dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1942, dari kalangan keluarga Kristen Jawa asal Yogyakarta. Darmanto merupakan anak lelaki tertua dari enam orang bersaudara, atau anak kedua dari pasangan Lasinem dan Jatman. Dunia pendidikan Darmanto dimulai dari sekolah dasar di Klitren Lor, Yogyakarta, dan sekolah minggu di Gereja dekat tempat tinggalnya. Kemudian, setamatnya dari SMA III B Padmanaba, Bagian Ilmu Pasti Alam, Yogyakarta, Darmanto segera melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tamat tahun 1968. Segera setelah itu ia melanjutkan studinya tentang Basic Humanities di East West Center Universitas Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat (1972–1973). Darmanto juga mempelajari bidang Development Planing untuk menambah wawasan keilmuannya pada program diploma University College London, Inggris (1977–1978). Selanjutnya ia juga berhasil meraih gelar sarjana utama S-2 dari Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (1985).
Setelah berhasil meraih gelar kesarjanaannya dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1968), Darmanto kemudian mendapat pekerjaan sebagai staf pengajar (dosen) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro, Semarang. Sebagai seorang ilmuwan dan budayawan, Darmanto juga pernah mengajar di Akademi Seni Ruapa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, mendirikan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Sugiyopranoto Semarang (1984), Program Studi Psikologi, bagian dari FISIP Universitas Diponegoro Semarang (1996), dan aktif mengajar di berbagai perguruan tinggi, terutama di Semarang dan kota-kota lain di Jawa Tengah.
Pada usianya yang masih muda belia, Darmanto sudah terkenal sebagai seorang selebritis. Darah seninya diperolehnya karena bakat alam dan sudah garisnya dari Yang Mahakuasa. Sejak dari muda belia hingga masa tuanya Darmanto tetap bergulat mengutak-atik bahasa sebagai sarana menulis puisi. Oleh karena itu, Darmanto layak disebut sebagai seorang penyair dengan segudang puisi dan sekaligus segudang prestasi. Jumlah puisinya ratusan dan tersebar dalam berbagai media massa dan penerbitan. Atas prestasinya di bidang seni itu Darmanto menurunkan darah seninya kepada anak-anaknya, yaitu Omi Intan Naomi (penyair wanita Angkatan 2000 versi Korrie Layun Rampan), Abigael Wohing Ati, Bunga Jeruk Permata Pekerti, Aryaning Aryo, dan Jatining Sesami. Anak-anak Darmanto itu pun mengukir pretasi dalam bidang karya sastra dan seni.
Sebagai seorang intelektual yang bergerak dalam bidang pengembangan pendidikan dan penelitian, Darmanto Jatman banyak melakukan penelitian dengan berbagai ragam tema. Pluralisme atau multikulturalisme termasuk salah satu tema penelitian yang ditekuni Darmanto sejak tahun 1980-an. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila dalam puisi-puisinya maupun tulisan-tulisan esainya Darmanto banyak berbicara masalah pluralisme dan multikulturalisme. Kegiatan lain yang dilakukan Darmanto selama ini adalah menjadi Kepala Pusat Lembaga Penelitian Sosial Budaya Universitas Diponegoro Semarang (1990–1996), penggiat masalah perdamaian, pluralisme, dan multikulturalisme di tengah kehidupan masyarakat madani, fasiltator bagi LSM-LSM, seperti LIMPAD, Forum Salatiga, dan Persepsi, serta menjadi konsultan dan fasilitator pengembangan sumber daya manusia di kota Semarang khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya. Ia pun pernah ditunjuk oleh Prof. Dr. Muladi, S.H.( ketika itu menjabat sebagai Rektor Universitas Diponegoro Semarang, mantan Menteri Kehakiman, Mensekneg, dan Hakim Agung, serta sekarang Ketua Habibie Center) menjadi Ketua Jurusan Psikologi di Universitas Diponegoro (1995–2002).
Tulisan-tulisan Darmanto meliputi puisi, naskah lakon, esai, cerita pendek, dan artikel tentang masalah-masalah sosial budaya dan psikologi. Ketika Darmanto masih menjadi mahasiswa di Yogyakarta (1964), ia pernah mendirikan Teater Kristen Yogya, Studiklub Sastra Kristen Yogya, menerbitkan kumpulan Sajak-Sajak Putih (1965) bersama Jajak MD dan Dharmadji Sosropuro, serta menerbitkan Sajak Ungu bersama A. Makmur Makka (1966). Darmanto juga pernah menyutradarai beberapa pementasan teater, antara lain, “Perang Troya Tak Akan Meletus” karya Jean Girodeaux (1967). Kemudian setelah tahun-tahun itu Darmanto pun ikut ramai-ramai menulis puisi di majalah sastra Horison dan pentas pembacaan sajak di DKJ-TIM Jakarta, serta menerbitkan puisi-puisinya Sang Darmanto di Yayasan Puisi Indonesia (1976).
Pada tahun 1980-an Daramanto diundang untuk membacakan sajak-sajaknya di forum-forum internasional, antara lain, Festival Puisi Adelaide, Australia (1980), dan International Poetry Reading di Rotterdam, Negeri Belanda (1983). Sajak-sajak yang ditulis untuk kedua kegiatan itu kemudian dibukukan oleh Darmanto menjadi Ki Blakasuta Bla Bla. Setelah itu Darmanto yang terus bergolak menciptakan sejarah pembuatan puisi nyleneh dan glenyengan mengahdirkan buku Karto Iyo Bilang Mboten.
Karya-karya Darmanto cukup banyak dan tidak terbatas karya sastra, antara lain, (1) Sajak-Sajak Manifes (PKPI, 1968), (2) Bangsat (Puisi Indonesia, 1975), (3) Ki Blaka Suta Bla Bla (Puisi Indonesia, 1980), (4) Karto Iyo Bilang Mboten (Puisi Indonesia, 1981), (5) Sang Darmanto (Puisi Indonesia, 1982), (6) Golf untuk Rakyat (Bentang Budaya, 1995), (7) Isteri (Grasindo, 1997), dan (8) Sori Gusti (LIMPAD, 2002). Beberapa puisi Darmanto juga dimuat dalam buku antologi, antara lain, Laut Biru Langit Biru (1977 susunan Ajip Rosidi), Tugu (1986 susunan Linus Suryadi A.G.), Tonggak 2 (1987 susunan Linus Suryadi A.G.), dan Horison Sastra Indonesia 1 Kitab Puisi (2002 susunan Taufiq Ismail dkk.). Beberapa puisi juga sudah diterjemahkan ke dalam berbagai-bagai bahasa asing, antara lain, dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Jepang. Harry Aveling menerjemahkan sajak-sajak Darmanto Jatman ke dalam bahasa Inggris bersama-sama sajak Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi W.M. dalam Arjuna in Meditation (1976).
Selain menulis karya sastra, Darmanto juga mengumpulkan esai-esai dan artikelnya yang kemudian diterbitkan menjadi buku, antara lain, (1) Sastra, Psikologi, dan Masyarakat (1985), (2) Sekitar Masalah Kebudayaan (1986), (3) Komunkasi Manusia (1994), (4) Solah Tingkah Orang Indonesia (1995), (5) Perilaku Kelas Menengah Indonesia (1995), (6) Psikologi Jawa (Bentang Budaya, 1997), (7) Politik Jawa (Bentang Budaya, 1999), (8) Indonesia Tanpa Pagar (LIMPAD, 2002), dan (9) Terima Kasih Indonesia (LIMPAD, 2002). Dua buku yang disebutkan terakhir dan diterbitkan oleh LIMPAD ini ditulis bersama Adriani S. Soemantri.
Pada usianya yang ke-60 tahun, Darmanto Jatman merasa mendapatkan kehormatan yang sungguh tak terkira harganya. Ia mendapatkan anugerah The S.E.A. Write Awards 2002 dari Putra Mahkota Thailand Maha Vajiralongkorn atas buku kumpulan puisinya Isteri. Upacara penyerahan hadiah sastra tingkat Asia Tenggara itu dilakukan pada tanggal 3–9 Oktober 2002 di Grand Ballroom, The Oriental Hotel, Bangkok, Thailand. Untuk keperluan penyerahan hadiah itu, Abdul Rozak Zaidan dan Nikmah Soenardjo menerbitkan buku yang berjudul Sastrawan Indonesia, Darmanto Jatman, Penerima Hadiah Sastra Asia Tenggara (2002, penerbit Pusat Bahasa) dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam tahun itu juga Darmanto Jatman dinobatkan sebagai pemenang hadiah sastra tahunan dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra 2002, bersama dengan Gus Tf.(dari Sumatera Barat) dan Joko Pinurbo (dari Yogyakarta).
Dalam “Catatan Penerbit” buku Sori Gusti (2002) Darmanto Jatman mengatakan “Enam puluh adalah angka mistik. Angka penuh magi. Dulu mahasiswa baru bisa lulus kalau dapat nilai 60. 59 saja nggak lulus. Di usia 60 ini, saya ingin mewujudkan imaji “masa tua” sewaktu saya masih berumur 27 tahun. Saya ingin menikmati hidup, duduk di kursi goyang sambil membaca Alkitab. Atau menulis, Kalau lelah, saya membaca; bosan membaca, saya berbaring, dan kembali menulis.” Untuk itu saya ucapkan selamat kepada Darmanto Jatman, rahayu nir ing sambekala saka pondok donyo tekan desa akhirat, mewujudkan imaji “masa tua”, duduk di kursi goyang sambil membaca dan memahami Alkitab, lalu membaca buku lainnya, kemudian menulis, dan terus menulis melaksankan “pangendika” Gusti.(sumber)
isteri mesti digemateni
Ia sumber berkah dan rezeki
(Towikromo, Tambran, Pundong, Bantul)
Isteri sangat penting untuk kita
Menyapu pekarangan
Memasak di dapur
Mencuci di sumur
mengirim rantang di sawah
dan mengeroki kita kalau kita masuk angin
Ya. Isteri sangat penting untuk kita
Ia sisihan kita
kalau kita pergi ke kandang
Ia tetimbangan kita
kalau kita menjual palawija
Ia teman belakang kita
kalau kita lapar dan mau makan
Ia sigaraning nyawa kita
kalau kita
Ia sakti kita!
Ah. Lihatlah. Ia menjadi sama penting dengan
kerbau, luku, sawah, dan pohon kelapa
Ia kita cangkul malam hari dan tak pernah mengeluh walau capek.
Ia selalu rapi menyimpan benih yang kita tanamkan dengan rasa syukur,
tahu terima kasih dan meninggikan harkat kita sebagai laki-laki.
Ia selalu memelihara anak-anak kita dengan bersungguh-sungguh
seperti kita memelihara ayam, itik, kambing atau jagung.
Ah. Ya. Isteri sangat penting bagi kita justru ketika kita mulai melupakannya:
Seperti lidah ia di mulut kita
tak terasa
Seperti jantung ia di dada kita
tak teraba
Ya.ya. Isteri sangat penting bagi kita justru ketika mulai melupakannya
Jadi, waspadalah!
Tetap, madep, manteb
Gemati, nastiti, ngati-ati
Supaya kita mandiri, perkasa, dan pintar ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel, atau lurah
Seperti Subadra bagi Arjuna
makin jelita ia dia antara maru-marunya:
Seperti Arimbi bagi Bima
Jadilah ia jelita ketika melahirkan jabang bayi Tetuka;
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka
Ah. Ah. Ah.
Alangkah pentingnya isteri ketika kita melupakannya
Hormatilah isterimu
Seperti kau menghormati Dewi Sri
Sumber hidupmu
Makanlah
Karena demikianlah suratannya
sumber
[Profil Darmanto Jatman]
Ia terlahir dengan nama Soedarmanto. Dahulu ia juga dikenal dengan nama Darmanto Jt, dan sekarang ia tersohor dengan nama Darmanto Jatman. Nama panggilan akrabnya adalah Toto. Penyair yang dahulu berambut kribo itu dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1942, dari kalangan keluarga Kristen Jawa asal Yogyakarta. Darmanto merupakan anak lelaki tertua dari enam orang bersaudara, atau anak kedua dari pasangan Lasinem dan Jatman. Dunia pendidikan Darmanto dimulai dari sekolah dasar di Klitren Lor, Yogyakarta, dan sekolah minggu di Gereja dekat tempat tinggalnya. Kemudian, setamatnya dari SMA III B Padmanaba, Bagian Ilmu Pasti Alam, Yogyakarta, Darmanto segera melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tamat tahun 1968. Segera setelah itu ia melanjutkan studinya tentang Basic Humanities di East West Center Universitas Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat (1972–1973). Darmanto juga mempelajari bidang Development Planing untuk menambah wawasan keilmuannya pada program diploma University College London, Inggris (1977–1978). Selanjutnya ia juga berhasil meraih gelar sarjana utama S-2 dari Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (1985).
Setelah berhasil meraih gelar kesarjanaannya dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (1968), Darmanto kemudian mendapat pekerjaan sebagai staf pengajar (dosen) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro, Semarang. Sebagai seorang ilmuwan dan budayawan, Darmanto juga pernah mengajar di Akademi Seni Ruapa Indonesia (ASRI) Yogyakarta, mendirikan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Sugiyopranoto Semarang (1984), Program Studi Psikologi, bagian dari FISIP Universitas Diponegoro Semarang (1996), dan aktif mengajar di berbagai perguruan tinggi, terutama di Semarang dan kota-kota lain di Jawa Tengah.
Pada usianya yang masih muda belia, Darmanto sudah terkenal sebagai seorang selebritis. Darah seninya diperolehnya karena bakat alam dan sudah garisnya dari Yang Mahakuasa. Sejak dari muda belia hingga masa tuanya Darmanto tetap bergulat mengutak-atik bahasa sebagai sarana menulis puisi. Oleh karena itu, Darmanto layak disebut sebagai seorang penyair dengan segudang puisi dan sekaligus segudang prestasi. Jumlah puisinya ratusan dan tersebar dalam berbagai media massa dan penerbitan. Atas prestasinya di bidang seni itu Darmanto menurunkan darah seninya kepada anak-anaknya, yaitu Omi Intan Naomi (penyair wanita Angkatan 2000 versi Korrie Layun Rampan), Abigael Wohing Ati, Bunga Jeruk Permata Pekerti, Aryaning Aryo, dan Jatining Sesami. Anak-anak Darmanto itu pun mengukir pretasi dalam bidang karya sastra dan seni.
Sebagai seorang intelektual yang bergerak dalam bidang pengembangan pendidikan dan penelitian, Darmanto Jatman banyak melakukan penelitian dengan berbagai ragam tema. Pluralisme atau multikulturalisme termasuk salah satu tema penelitian yang ditekuni Darmanto sejak tahun 1980-an. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila dalam puisi-puisinya maupun tulisan-tulisan esainya Darmanto banyak berbicara masalah pluralisme dan multikulturalisme. Kegiatan lain yang dilakukan Darmanto selama ini adalah menjadi Kepala Pusat Lembaga Penelitian Sosial Budaya Universitas Diponegoro Semarang (1990–1996), penggiat masalah perdamaian, pluralisme, dan multikulturalisme di tengah kehidupan masyarakat madani, fasiltator bagi LSM-LSM, seperti LIMPAD, Forum Salatiga, dan Persepsi, serta menjadi konsultan dan fasilitator pengembangan sumber daya manusia di kota Semarang khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya. Ia pun pernah ditunjuk oleh Prof. Dr. Muladi, S.H.( ketika itu menjabat sebagai Rektor Universitas Diponegoro Semarang, mantan Menteri Kehakiman, Mensekneg, dan Hakim Agung, serta sekarang Ketua Habibie Center) menjadi Ketua Jurusan Psikologi di Universitas Diponegoro (1995–2002).
Tulisan-tulisan Darmanto meliputi puisi, naskah lakon, esai, cerita pendek, dan artikel tentang masalah-masalah sosial budaya dan psikologi. Ketika Darmanto masih menjadi mahasiswa di Yogyakarta (1964), ia pernah mendirikan Teater Kristen Yogya, Studiklub Sastra Kristen Yogya, menerbitkan kumpulan Sajak-Sajak Putih (1965) bersama Jajak MD dan Dharmadji Sosropuro, serta menerbitkan Sajak Ungu bersama A. Makmur Makka (1966). Darmanto juga pernah menyutradarai beberapa pementasan teater, antara lain, “Perang Troya Tak Akan Meletus” karya Jean Girodeaux (1967). Kemudian setelah tahun-tahun itu Darmanto pun ikut ramai-ramai menulis puisi di majalah sastra Horison dan pentas pembacaan sajak di DKJ-TIM Jakarta, serta menerbitkan puisi-puisinya Sang Darmanto di Yayasan Puisi Indonesia (1976).
Pada tahun 1980-an Daramanto diundang untuk membacakan sajak-sajaknya di forum-forum internasional, antara lain, Festival Puisi Adelaide, Australia (1980), dan International Poetry Reading di Rotterdam, Negeri Belanda (1983). Sajak-sajak yang ditulis untuk kedua kegiatan itu kemudian dibukukan oleh Darmanto menjadi Ki Blakasuta Bla Bla. Setelah itu Darmanto yang terus bergolak menciptakan sejarah pembuatan puisi nyleneh dan glenyengan mengahdirkan buku Karto Iyo Bilang Mboten.
Karya-karya Darmanto cukup banyak dan tidak terbatas karya sastra, antara lain, (1) Sajak-Sajak Manifes (PKPI, 1968), (2) Bangsat (Puisi Indonesia, 1975), (3) Ki Blaka Suta Bla Bla (Puisi Indonesia, 1980), (4) Karto Iyo Bilang Mboten (Puisi Indonesia, 1981), (5) Sang Darmanto (Puisi Indonesia, 1982), (6) Golf untuk Rakyat (Bentang Budaya, 1995), (7) Isteri (Grasindo, 1997), dan (8) Sori Gusti (LIMPAD, 2002). Beberapa puisi Darmanto juga dimuat dalam buku antologi, antara lain, Laut Biru Langit Biru (1977 susunan Ajip Rosidi), Tugu (1986 susunan Linus Suryadi A.G.), Tonggak 2 (1987 susunan Linus Suryadi A.G.), dan Horison Sastra Indonesia 1 Kitab Puisi (2002 susunan Taufiq Ismail dkk.). Beberapa puisi juga sudah diterjemahkan ke dalam berbagai-bagai bahasa asing, antara lain, dalam bahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan Jepang. Harry Aveling menerjemahkan sajak-sajak Darmanto Jatman ke dalam bahasa Inggris bersama-sama sajak Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi W.M. dalam Arjuna in Meditation (1976).
Selain menulis karya sastra, Darmanto juga mengumpulkan esai-esai dan artikelnya yang kemudian diterbitkan menjadi buku, antara lain, (1) Sastra, Psikologi, dan Masyarakat (1985), (2) Sekitar Masalah Kebudayaan (1986), (3) Komunkasi Manusia (1994), (4) Solah Tingkah Orang Indonesia (1995), (5) Perilaku Kelas Menengah Indonesia (1995), (6) Psikologi Jawa (Bentang Budaya, 1997), (7) Politik Jawa (Bentang Budaya, 1999), (8) Indonesia Tanpa Pagar (LIMPAD, 2002), dan (9) Terima Kasih Indonesia (LIMPAD, 2002). Dua buku yang disebutkan terakhir dan diterbitkan oleh LIMPAD ini ditulis bersama Adriani S. Soemantri.
Pada usianya yang ke-60 tahun, Darmanto Jatman merasa mendapatkan kehormatan yang sungguh tak terkira harganya. Ia mendapatkan anugerah The S.E.A. Write Awards 2002 dari Putra Mahkota Thailand Maha Vajiralongkorn atas buku kumpulan puisinya Isteri. Upacara penyerahan hadiah sastra tingkat Asia Tenggara itu dilakukan pada tanggal 3–9 Oktober 2002 di Grand Ballroom, The Oriental Hotel, Bangkok, Thailand. Untuk keperluan penyerahan hadiah itu, Abdul Rozak Zaidan dan Nikmah Soenardjo menerbitkan buku yang berjudul Sastrawan Indonesia, Darmanto Jatman, Penerima Hadiah Sastra Asia Tenggara (2002, penerbit Pusat Bahasa) dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam tahun itu juga Darmanto Jatman dinobatkan sebagai pemenang hadiah sastra tahunan dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, dalam rangka Bulan Bahasa dan Sastra 2002, bersama dengan Gus Tf.(dari Sumatera Barat) dan Joko Pinurbo (dari Yogyakarta).
Dalam “Catatan Penerbit” buku Sori Gusti (2002) Darmanto Jatman mengatakan “Enam puluh adalah angka mistik. Angka penuh magi. Dulu mahasiswa baru bisa lulus kalau dapat nilai 60. 59 saja nggak lulus. Di usia 60 ini, saya ingin mewujudkan imaji “masa tua” sewaktu saya masih berumur 27 tahun. Saya ingin menikmati hidup, duduk di kursi goyang sambil membaca Alkitab. Atau menulis, Kalau lelah, saya membaca; bosan membaca, saya berbaring, dan kembali menulis.” Untuk itu saya ucapkan selamat kepada Darmanto Jatman, rahayu nir ing sambekala saka pondok donyo tekan desa akhirat, mewujudkan imaji “masa tua”, duduk di kursi goyang sambil membaca dan memahami Alkitab, lalu membaca buku lainnya, kemudian menulis, dan terus menulis melaksankan “pangendika” Gusti.(sumber)
Sabtu, 21 Agustus 2010
Episode - WS Rendra [ Profil WS Rendra]
Episode - WS Rendra
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman rumah itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran.
Tiba-tiba ia bertanya:
”Mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?”
Aku hanya tertawa.
Lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu
aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.sumber
[Profil WS Rendra]
Nama Lengkap : Willibrordus Surendra Broto Rendra
Tempat /Tgl Lahir: Solo, 7 November 1935
Nama Julukan : “Burung Merak”.
Karir : Pendiri Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.
Masa kecil
Anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu
Pendidikan
* TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
* SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo – Tamat pada tahun 1955.
* Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta – Tidak tamat.
* Mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 – 1967).
Rendra sebagai sastrawan
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya, piawai di atas panggung mementaskan beberapa dramanya dan tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Pada tahun 1952 ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Bengkel Teater
Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Penelitian tentang karya Rendra
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974″. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957-1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
Penghargaan
* Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
* Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
* Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
* Hadiah Akademi Jakarta (1975)
* Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
* Penghargaan Adam Malik (1989)
* The S.E.A. Write Award (1996)
* Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Kontroversi pernikahan, masuk Islam dan julukan Burung Merak
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
Beberapa karya Drama
* Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
* Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
* SEKDA (1977)
* Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
* Mastodon dan Burung Kondor (1972)
* Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
* Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
* Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul “Oedipus Rex”)
* Lisistrata (terjemahan)
* Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
* Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
* Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
* Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: “La Guerre de Troie n’aura pas lieu”)
* Panembahan Reso (1986)
* Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
Sajak/Puisi
* Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
* Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
* Blues untuk Bonnie
* Empat Kumpulan Sajak
* Jangan Takut Ibu
* Mencari Bapak
* Nyanyian Angsa
* Pamphleten van een Dichter
* Perjuangan Suku Naga
* Pesan Pencopet kepada Pacarnya
* Potret Pembangunan Dalam Puisi
* Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
* Rick dari Corona
* Rumpun Alang-alang
* Sajak Potret Keluarga
* Sajak Rajawali
* Sajak Seonggok Jagung
* Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
* State of Emergency
* Surat Cinta(sumber)
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman rumah itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran.
Tiba-tiba ia bertanya:
”Mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?”
Aku hanya tertawa.
Lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu
aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.sumber
[Profil WS Rendra]
Nama Lengkap : Willibrordus Surendra Broto Rendra
Tempat /Tgl Lahir: Solo, 7 November 1935
Nama Julukan : “Burung Merak”.
Karir : Pendiri Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.
Masa kecil
Anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu
Pendidikan
* TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
* SD s/d SMU Katolik, St. Yosef, Solo – Tamat pada tahun 1955.
* Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta – Tidak tamat.
* Mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 – 1967).
Rendra sebagai sastrawan
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya, piawai di atas panggung mementaskan beberapa dramanya dan tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Pada tahun 1952 ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
“Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
Bengkel Teater
Pada tahun 1961, sepulang dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan grup teater di Yogyakarta. Akan tetapi, grup itu terhenti karena ia pergi lagi ke Amerika Serikat. Ketika kembali lagi ke Indonesia (1968), ia membentuk kembali grup teater yang bernama Bengkel Teater. Bengkel Teater ini sangat terkenal di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Sampai sekarang Bengkel Teater masih berdiri dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya.
Penelitian tentang karya Rendra
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974″. Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957-1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
Penghargaan
* Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)
* Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
* Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
* Hadiah Akademi Jakarta (1975)
* Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
* Penghargaan Adam Malik (1989)
* The S.E.A. Write Award (1996)
* Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Kontroversi pernikahan, masuk Islam dan julukan Burung Merak
Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.
Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.
Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
Beberapa karya Drama
* Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
* Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
* SEKDA (1977)
* Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
* Mastodon dan Burung Kondor (1972)
* Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)- dimainkan dua kali
* Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
* Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul “Oedipus Rex”)
* Lisistrata (terjemahan)
* Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
* Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
* Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
* Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli dalam bahasa Prancis: “La Guerre de Troie n’aura pas lieu”)
* Panembahan Reso (1986)
* Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
Sajak/Puisi
* Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
* Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
* Blues untuk Bonnie
* Empat Kumpulan Sajak
* Jangan Takut Ibu
* Mencari Bapak
* Nyanyian Angsa
* Pamphleten van een Dichter
* Perjuangan Suku Naga
* Pesan Pencopet kepada Pacarnya
* Potret Pembangunan Dalam Puisi
* Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
* Rick dari Corona
* Rumpun Alang-alang
* Sajak Potret Keluarga
* Sajak Rajawali
* Sajak Seonggok Jagung
* Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
* State of Emergency
* Surat Cinta(sumber)
Sajak Telur - Sapardi Djoko Damono [Profil Sapardi Djoko Damono]
Sajak Telur - Sapardi Djoko Damono
dalam setiap telur
semoga ada burung dalam setiap burung
semoga ada engkau dalam setiap engkau
semoga ada yang senantiasa terbang
menembus silau matahari memecah udara dingin
memuncak ke lengkung langit
menukik melintas sungai
merindukan telur
Profil Sapardi Djoko Damono
Prof Dr Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang sastrawan yang memberi sumbangan besar kepada kebudayaan masyarakat modern di Indonesia. Salah satu sumbangan terbesar Guru Besar Fakultas Sastra UI ini adalah melanjutkan tradisi puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak empat seuntai atau kwatrin yang sudah muncul di jaman para pujangga baru seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar.
Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20 Maret 1940 ini, mengaku tak pernah berencana menjadi penyair, karena dia berkenalan dengan puisi secara tidak disengaja. Sejak masih belia putra Sadyoko dan Sapariyah itu, sering membenamkan diri dalam tulisan-tulisannya. Bahkan, ia pernah menulis sebanyak delapan belas sajak hanya dalam satu malam. Kegemarannya pada sastra, sudah mulai tampak sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kemudian, ketika duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra dan kemudian melanjutkan pendidikan di UGM, fakultas sastra.
Anak sulung dari dua bersaudara abdi dalem Keraton Surakarta itu mungkin mewarisi kesenimanan dari kakek dan neneknya. Kakeknya dari pihak ayah pintar membuat wayang—hanya sebagai kegemaran—dan pernah memberikan sekotak wayang kepada sang cucu. Nenek dari pihak ibunya gemar menembang (menyanyikan puisi Jawa) dari syair yang dibuat sendiri. “Tapi saya tidak bisa menyanyi, suara saya jelek,” ujar bekas pemegang gitar melodi band FS UGM Yogyakarta itu. Sadar akan kelemahannya, Sapardi kemudian mengembangkan diri sebagai penyair.
Selain menjadi penyair, ia juga melaksanakan cita-cita lamanya: menjadi dosen. “Jadi dosen ‘kan enak. Kalau pegawai kantor, harus duduk dari pagi sampai petang,” ujar lulusan Jurusan Sastra Barat FS&K UGM ini. Dan begitu meraih gelar sarjana sastra, 1964, ia mengajar di IKIP Malang cabang Madiun, selama empat tahun, dilanjutkan di Universitas Diponegoro, Semarang, juga selama empat tahun. Sejak 1974, Sapardi mengajar di FS UI.
Sapardi menulis puisi sejak di kelas II SMA. Karyanya dimuat pertama kali oleh sebuah surat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di berbagai majalah sastra, majalah budaya dan diterbitkan dalam buku-buku sastra. Beberapa karyanya yang sudah berada di tengah masyarakat, antara lain Duka Mu Abadi (1969), Mata Pisau dan Aquarium (1974).
Sebuah karya besar yang pernah ia buat adalah kumpulan sajak yang berjudul Perahu Kertas dan memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta dan kumpulan sajak Sihir Hujan – yang ditulisnya ketika ia sedang sakit – memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah sastra berupa uang sejumlah Rp 6,3 juta saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia langsung dibelanjakannya memborong buku. Selain itu ia pernah memperoleh penghargaan SEA Write pada 1986 di Bangkok, Thailand.
Para pengamat menilai sajak-sajak Sapardi dekat dengan Tuhan dan kematian. “Pada Sapardi, maut atau kematian dipandang sebagai bagian dari kehidupan; bersama kehidupan itu pulalah maut tumbuh,” tulis Jakob Sumardjo dalam harian Pikiran Rakyat, 19 Juli 1984.
Bekas anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esei dan kritik. Sapardi, yang pernah menjadi redaktur Basis dan kini bekerja di redaksi Horison, berpendapat, di dalam karya sastra ada dua segi: tematik dan stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, katanya, sudah ada pembaruan di Indonesia. Tetapi di dalam tema, belum banyak.
Penyair yang pernah kuliah di Universitas Hawaii, Honolulu, AS, ini juga menulis buku ilmiah, satu di antaranya Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. (1978).
Selain melahirkan puisi-puisi, Sapardi juga aktif menulis esai, kritik sastra, artikel serta menerjemahkan berbagai karya sastra asing. Dengan terjemahannya itu, Sapardi mempunyai kontribusi penting terhadap pengembangan sastra di Tanah Air. Selain dia menjembatani karya asing kepada pembaca sastra, ia patut dihargai sebagai orang yang melahirkan bentuk sastra baru.
Dengan kepekaan dan wawasan seorang sastrawan, Sapardi ikut mewarnai karya-karya terjemahannya seperti Puisi Brasilia Modern, Puisi Cina Klasik dan Puisi Parsi Klasik yang ditulis dalam bahasa Inggris. Selain itu dia juga menerjemahkan karya asing seperti karya Hemmingway The Old Man and the Sea, Daisy Manis (Henry James), semuanya pada 1970-an. Juga, sekitar 20 naskah drama seperti Syakuntala karya Kalidasa, Murder in Cathedral karya TS Elliot, dan Morning Become Electra trilogi karya Eugene O’neil.
Sumbangsih Sapardi juga cukup besar kepada budaya dan sastra, dengan melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam berbagai seminar dan aktif sebagai administrator dan pengajar, serta menjadi dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999. Dia menjadi penggagas pengajaran mata kuliah Ilmu Budaya Dasar di fakultas sastra.
Dia menyadari bahwa menjadi seorang sastrawan tidak akan memperoleh kepuasan finansial. Kegiatan menulis adalah sebagai waktu istirahat, saat dia ingin melepaskan diri dari rutinitas pekerjaannya sehari-hari. Menikah dengan Wardiningsih, ia dikaruniai dua anak, Rasti Suryandani dan Rizki Henriko.
Profil ini dilansir dari situs Tokoh Nasional.
Baca selengkapnya juga :
Kumpulan Puisi Sapadi Djoko Damono
Profil Sapardi Djoko DAmono Wikipedia
dalam setiap telur
semoga ada burung dalam setiap burung
semoga ada engkau dalam setiap engkau
semoga ada yang senantiasa terbang
menembus silau matahari memecah udara dingin
memuncak ke lengkung langit
menukik melintas sungai
merindukan telur
Profil Sapardi Djoko Damono
Prof Dr Sapardi Djoko Damono dikenal sebagai salah seorang sastrawan yang memberi sumbangan besar kepada kebudayaan masyarakat modern di Indonesia. Salah satu sumbangan terbesar Guru Besar Fakultas Sastra UI ini adalah melanjutkan tradisi puisi lirik dan berupaya menghidupkan kembali sajak empat seuntai atau kwatrin yang sudah muncul di jaman para pujangga baru seperti Amir Hamzah dan Chairil Anwar.
Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah pada 20 Maret 1940 ini, mengaku tak pernah berencana menjadi penyair, karena dia berkenalan dengan puisi secara tidak disengaja. Sejak masih belia putra Sadyoko dan Sapariyah itu, sering membenamkan diri dalam tulisan-tulisannya. Bahkan, ia pernah menulis sebanyak delapan belas sajak hanya dalam satu malam. Kegemarannya pada sastra, sudah mulai tampak sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Kemudian, ketika duduk di SMA, ia memilih jurusan sastra dan kemudian melanjutkan pendidikan di UGM, fakultas sastra.
Anak sulung dari dua bersaudara abdi dalem Keraton Surakarta itu mungkin mewarisi kesenimanan dari kakek dan neneknya. Kakeknya dari pihak ayah pintar membuat wayang—hanya sebagai kegemaran—dan pernah memberikan sekotak wayang kepada sang cucu. Nenek dari pihak ibunya gemar menembang (menyanyikan puisi Jawa) dari syair yang dibuat sendiri. “Tapi saya tidak bisa menyanyi, suara saya jelek,” ujar bekas pemegang gitar melodi band FS UGM Yogyakarta itu. Sadar akan kelemahannya, Sapardi kemudian mengembangkan diri sebagai penyair.
Selain menjadi penyair, ia juga melaksanakan cita-cita lamanya: menjadi dosen. “Jadi dosen ‘kan enak. Kalau pegawai kantor, harus duduk dari pagi sampai petang,” ujar lulusan Jurusan Sastra Barat FS&K UGM ini. Dan begitu meraih gelar sarjana sastra, 1964, ia mengajar di IKIP Malang cabang Madiun, selama empat tahun, dilanjutkan di Universitas Diponegoro, Semarang, juga selama empat tahun. Sejak 1974, Sapardi mengajar di FS UI.
Sapardi menulis puisi sejak di kelas II SMA. Karyanya dimuat pertama kali oleh sebuah surat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di berbagai majalah sastra, majalah budaya dan diterbitkan dalam buku-buku sastra. Beberapa karyanya yang sudah berada di tengah masyarakat, antara lain Duka Mu Abadi (1969), Mata Pisau dan Aquarium (1974).
Sebuah karya besar yang pernah ia buat adalah kumpulan sajak yang berjudul Perahu Kertas dan memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta dan kumpulan sajak Sihir Hujan – yang ditulisnya ketika ia sedang sakit – memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah sastra berupa uang sejumlah Rp 6,3 juta saat memperoleh Anugerah Puisi Poetra Malaysia langsung dibelanjakannya memborong buku. Selain itu ia pernah memperoleh penghargaan SEA Write pada 1986 di Bangkok, Thailand.
Para pengamat menilai sajak-sajak Sapardi dekat dengan Tuhan dan kematian. “Pada Sapardi, maut atau kematian dipandang sebagai bagian dari kehidupan; bersama kehidupan itu pulalah maut tumbuh,” tulis Jakob Sumardjo dalam harian Pikiran Rakyat, 19 Juli 1984.
Bekas anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esei dan kritik. Sapardi, yang pernah menjadi redaktur Basis dan kini bekerja di redaksi Horison, berpendapat, di dalam karya sastra ada dua segi: tematik dan stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, katanya, sudah ada pembaruan di Indonesia. Tetapi di dalam tema, belum banyak.
Penyair yang pernah kuliah di Universitas Hawaii, Honolulu, AS, ini juga menulis buku ilmiah, satu di antaranya Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. (1978).
Selain melahirkan puisi-puisi, Sapardi juga aktif menulis esai, kritik sastra, artikel serta menerjemahkan berbagai karya sastra asing. Dengan terjemahannya itu, Sapardi mempunyai kontribusi penting terhadap pengembangan sastra di Tanah Air. Selain dia menjembatani karya asing kepada pembaca sastra, ia patut dihargai sebagai orang yang melahirkan bentuk sastra baru.
Dengan kepekaan dan wawasan seorang sastrawan, Sapardi ikut mewarnai karya-karya terjemahannya seperti Puisi Brasilia Modern, Puisi Cina Klasik dan Puisi Parsi Klasik yang ditulis dalam bahasa Inggris. Selain itu dia juga menerjemahkan karya asing seperti karya Hemmingway The Old Man and the Sea, Daisy Manis (Henry James), semuanya pada 1970-an. Juga, sekitar 20 naskah drama seperti Syakuntala karya Kalidasa, Murder in Cathedral karya TS Elliot, dan Morning Become Electra trilogi karya Eugene O’neil.
Sumbangsih Sapardi juga cukup besar kepada budaya dan sastra, dengan melakukan penelitian, menjadi narasumber dalam berbagai seminar dan aktif sebagai administrator dan pengajar, serta menjadi dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999. Dia menjadi penggagas pengajaran mata kuliah Ilmu Budaya Dasar di fakultas sastra.
Dia menyadari bahwa menjadi seorang sastrawan tidak akan memperoleh kepuasan finansial. Kegiatan menulis adalah sebagai waktu istirahat, saat dia ingin melepaskan diri dari rutinitas pekerjaannya sehari-hari. Menikah dengan Wardiningsih, ia dikaruniai dua anak, Rasti Suryandani dan Rizki Henriko.
Profil ini dilansir dari situs Tokoh Nasional.
Baca selengkapnya juga :
Kumpulan Puisi Sapadi Djoko Damono
Profil Sapardi Djoko DAmono Wikipedia
Jumat, 20 Agustus 2010
Anak SMP membuka Label Puisi
Daftar SMP Negeri Di Jakarta
Daftar Nama-nama SMP negeri yang ada di Jakarta
JAKARTA SELATAN
JAKARTA PUSAT
JAKARTA UTARA
JAKARTA BARAT
JAKARTA TIMUR
DAFTAR SMP KLASIFIKASI SEKOLAH STANDAR NASIONAL (SSN)
WILAYAH JAKARTA PUSAT
WILAYAH JAKARTA UTARA
WILAYAH JAKARTA BARAT
WILAYAH JAKARTA SELATAN
WILAYAH JAKARTA TIMUR
JAKARTA SELATAN
Sekolah | Alamat | Telepon |
SMPN 3 | JL. MANGGARAI UTARA IV/6 MANGGARAI | 021 8303844 |
SMPN 11 | JLN.KERINCI BLOK.E KEB.BARU JAK-SEL | 021 7221665 |
SMPN 12 | JLN.WIJAYA IX NO.50 KEB.BARU JAK-SEL | 021 7208095 |
SMPN 13 | JL.TIRTAYASA RAYA | 021 7262939 |
SMPN 15 | JL. PROF. DR. SOEPOMO, SH MENTENG DALAM | 021 8312669 |
SMPN 16 | JL.PALMERAH BARAT NO.59 | 021 5483415 |
SMPN 19 | JLN.BUMI BLOK.E NO.21 KEB.BARU JAK-SEL | 021 7250219 |
SMPN 29 | JLN.BUMI BLOK.E | 021 7247493 |
SMPN 31 | JL.PENINGGARAN BARAT III | 021 7239730 |
SMPN 33 | JL. MENARA AIR I MANGGARAI, TEBET | 021 8304489 |
SMPN 37 | JL. TAMAN WIJAYA KUSUMA RAYA CILANDAK | 021 7695272 |
SMPN 41 | JL. HARSONO RM. RAGUNAN PASARMINGGU | 021 7814294 |
SMPN 43 | JL. KAPTEN TENDEAN NO. 11 MAMPANG PRAPATAN | 021 7988023 |
SMPN 46 | JL. RUKUN PEJATEN TIMUR PASARMINGGU | 021 7988153 |
SMPN 48 | JL.KEBAYORAN LAMA 192 | 021 7396648 |
SMPN 56 | JL. JERUK PURUT RAYA CILANDAK | 021 7803516 |
SMPN 57 | JL. HALIMUN NO. 2B SETIABUDI JAK-SEL | 021 8280960 |
SMPN 58 | JL. SETIABUDI BARAT NO. 8K | 021 5224233 |
SMPN 66 | JL.MASJID AN NUR KEB.LAMA | 021 7262921 |
SMPN 67 | JL. MINANGKABAU DALAM NO.3 SETIABUDI JAK-SEL | 021 8291525 |
SMPN 68 | JL. CIPETE III/4 CIPETE | 021 7695722 |
SMPN 73 | JL. TEBET TIMUR I-F/14, TEBET | 021 8295378 |
SMPN 85 | JL. MARGASATWA NO. 8 PONDOK LABU | 021 7657652 |
SMPN 86 | JL. RS. FATMAWATI KOMP. BNI 46 CILANDAK | 021 7513818 |
SMPN 87 | JL.CIPUTAT RAYA PD.PINANG | 021 7657687 |
SMPN 96 | KOMP. TIMAH PONDOK LABU CILANDAK | 021 7658121 |
SMPN 98 | JL. RAYA DEPOK, LENTENG AGUNG, JAGAKARSA | 021 7867633 |
SMPN 104 | JL. MAMPANG PRAPATAN XIII | 021 7990565 |
SMPN 107 | JL. RAYA PEJATEN KOMP. P DAN K | 021 7990977 |
SMPN 110 | JL. KEMAJUAN PETUKANGAN SELATAN | 021 7342288 |
SMPN 115 | JL. KH.ABDULLAH SYAFEI, TEBET | 021 8297511 |
SMPN 124 | JL. KEMANG TIMUR I/5 | 021 7988101 |
SMPN 131 | JL. RM. KAHFI I, CIPEDAK, JAGAKARSA | 021 7270218 |
SMPN 141 | JL. PONDOK JAYA VIII/15B | 021 7192868 |
SMPN 145 | JL. MENTENG PULO UJUNG SETIABUDI | 021 70291900 |
SMPN 153 | JL.CIDODOL RAYA NO.1 | 021 7394260 |
SMPN 154 | PENGADEGAN BARAT 13, PANCORAN | 021 7991643 |
SMPN 155 | CIKOKO BARAT IV CIKOKO, PANCORAN | 021 7987400 |
SMPN 161 | JL.DELMAN UTAMA I TANAH KUSIR | 021 7247127 |
SMPN 163 | JL. EMPANG TIGA PEJATEN TIMUR | 021 7994079 |
SMPN 164 | JL.DHARMA PUTRA RAYA 10 | 021 7260333 |
SMPN 166 | JL. KEDONDONG NO. 5, JAGAKARSA, JAGAKARSA | 021 7270219 |
SMPN 175 | JL. JATIPADANG, JAGAKARSA, JAGAKARSA | 021 7811978 |
SMPN 177 | JL. RAYA KODAM BINTARO PESANGGRAHAN | 021 7355975 |
SMPN 178 | JL. MAWAR NO. 6A BINTARO PESANGGRAHAN | 021 73885370 |
SMPN 182 | EMPANG TIGA KALIBATA, PANCORAN | 021 7994641 |
SMPN 185 | JL.KEMANDONRAN I | 021 5307631 |
SMPN 211 | JL. SMP 211, SRENGSENG SAWAH, JAGAKARSA | 021 7270204 |
SMPN 212 | JL. BENDA ATAS JERUK PURUT CILANDAK TIMUR | 021 7800417 |
SMPN 218 | JL. MENARA JATIPADANG PASARMINGGU | 021 7807305 |
SMPN 226 | JL. KAYU KAPUR NO. 2 | 021 7501270 |
SMPN 227 | JL. MASJID AL FAJRI PEJETEN BARAT PASARMINGGU | 021 7971338 |
SMPN 235 | JL. PD. INDAH PESANGGRAHAN | 021 7340973 |
SMPN 238 | KALIBATA UTARA VI DUREN TIGA, PANCORAN | 021 7991565 |
SMPN 239 | JL. NANGKA, TANJUNG BARAT, JAGAKARSA | 021 7818319 |
SMPN 240 | JLN.H.RAYA 16 B | 021 7204711 |
SMPN 242 | JL. SUBUR, LENTENG AGUNG, JAGAKARSA | 021 7869935 |
SMPN 245 | JL. H. MUCHTAR RAYA PETUKANGAN UTARA | 021 70708245 |
SMPN 247 | JL. MAMPANG PRAPATAN XIII | 021 7943835 |
SMPN 250 | JLN.KH.H.NAIM III CIPETE | 021 7200396 |
SMPN 253 | JL. KP. ALANG-ALANG, CIPEDAK, JAGAKARSA | 021 7864572 |
SMPN 254 | JL. GANDARIA V, JAGAKARSA, JAGAKARSA | 021 7270842 |
SMPN 265 | JL. ASEMBARIS II NO. 10 KEBON BARU | 021 8302935 |
SMPN 267 | JL. MAIRIN SWADARMA RAYA ULUJAMI | 021 5852291 |
SMPN 276 | JL. SEROJA, SRENGSENG SAWAH, JAGAKARSA | 021 7866427 |
Sekolah | Alamat | Telepon |
SMPN 1 | JL. CIKINI RAYA NO. 87 JAKARTA PUSAT | 021 31922417 |
SMPN 2 | JL.MARADAI RAYA NO 11 | 021 4243788 |
SMPN 4 | JL.PERWIRA NO.10 JAKARTA PUSAT | 021 3844414 |
SMPN 5 | JL.DR SUTOMO NO. 5 JAKARTA PUSAT | 021 3844986 |
SMPN 8 | JL. PEGANGSAAN BARAT NO. 1 | 021 3145570 |
SMPN 10 | JL. SUMUR BATU KEMAYORAN JAK PUS | 021 4241406 |
SMPN 17 | JL. KARANG ANYAR NO. 9 – 14 JAKARTA PUSAT | 021 6390329 |
SMPN 18 | JL. MENTENG KECIL NO. 3 | 021 31935565 |
SMPN 28 | JL.MARDANI RAYA NO.17 | 021 4246165 |
SMPN 38 | JL. KARET PASAR BARU BARAT 1 NO.14 | 021 5733602 |
SMPN 39 | JALAN GAJAH MADA NO. 3 – 5 JAKARTA PUSAT | 021 63851721 |
SMPN 40 | JL. DANAU LIMBOTO PEJOMPONGAN | 021 5737815 |
SMPN 47 | RAWASARI TIMUR I | 021 4200349 |
SMPN 59 | JLN. BENDUNGAN JAGO RAYA NO. 40 KEMAYORAN JAKPUS | 021 4254310 |
SMPN 60 | JL SANGIHE NO 26 JAKARTA PUSAT | 021 63863113 |
SMPN 64 | JL. KARANG ANYAR 9-14 JAKARTA PUSAT | 021 6289762 |
SMPN 70 | JL. H. AWALUDIN IV KEBON MELATI TANAH ABANG | 021 3102278 |
SMPN 71 | JL.KOMPLEK PENDIDIKAN RAWA KERBAU | 021 4213554 |
SMPN 72 | JL.PETOJO BINATU NO.2 KEC GAMBIR JAKARTA PUSAT | 021 6327871 |
SMPN 76 | JL.PERCETAKAN NEGARA II | 021 4248479 |
SMPN 77 | JL.CEMPAKA PUTIH TENGAH 18 | 021 4245377 |
SMPN 78 | JL. PERUNGGU NO.56 HARAPAN MULIA KEMAYORAN | 021 4240289 |
SMPN 79 | JL. DAKOTA RAYA KEMAYORAN JAKARTA PUSAT | 021 4208740 |
SMPN 93 | JL. GUNUNG SAHARI RAYA NO.81 JAKARTA PUSAT | 021 4247349 |
SMPN 94 | JLN. TANAH ABANG V/29 JAKARTA PUSAT | 021 3805680 |
SMPN 118 | JL.PRAMUKASARI I | 021 4245169 |
SMPN 119 | JL.HARAPAN JAYA IX NO.5 | 021 4245304 |
SMPN 137 | JL.CEMPAKA PUTIH BARAT 15 | 021 4244612 |
SMPN 156 | JL.KRAMAT PULO GUNDUL III | 021 4214306 |
SMPN 181 | JL. MESJID I KARET TENGSIN | 021 5738060 |
SMPN 183 | JL.CEMPAKA BARU VII/47 | 021 4245884 |
SMPN 216 | JLN. SALEMBA RAYA NO. 18 | 021 31931857 |
SMPN 228 | JLN. SUMUR BATU RAYA NO. 6 KEMAYORAN | 021 4202430 |
SMPN 269 | JL. HARAPAN MULIA KEMAYORAN JAKARTA PUSAT | 021 4212795 |
SMPN 273 | JL. KAMPUNG BALI 24/1 TN. ABANG | 021 3143012 |
SMPN 280 | JL. CILACAP NO. 5 MENTENG JAKARTA PUSAT | 021 3155527 |
Sekolah | Alamat | Telepon |
SMPN 21 | JL. BANDENGAN UTARA NO. 80 | 021 6691850 |
SMPN 23 | JL. PADEMANGAN TIMUR VI | 021 64715503 |
SMPN 30 | JL. ANGGREK NO. 4 | 021 43911051 |
SMPN 34 | JL. PADEMANGAN TIMUR VII | 021 64716137 |
SMPN 42 | JL. PADEMANGAN III | 021 6400355 |
SMPN 53 | JALAN TANAH MERDEKA NO.33 CILINCING JAKARTA UTARA | 021 4403082 |
SMPN 55 | JLN. BAHARI IV/A.11 TG. PRIOK | 021 4373413 |
SMPN 65 | JLL. METRO KENCANA RAYA SUNTER | 021 6503746 |
SMPN 84 | JL. SEMANGKA NO. 1 | 021 43930708 |
SMPN 95 | JL. GANGGENG III NO. 3 TG. PRIOK | 021 43937969 |
SMPN 112 | JL. A1 TELUK GONG KEL. PEJAGALAN | 021 6603001 |
SMPN 113 | JL. KAMPUNG BANDAN | 021 6909030 |
SMPN 114 | JL. PLUMPANG SEMPER | 021 43936225 |
SMPN 116 | JLN. SUNTER PERMAI RAYA SUNTER AGUNG | 021 6408125 |
SMPN 120 | KAMAL MUARA RAYA NO.9 | 021 5557952 |
SMPN 121 | JL. PLUMPANG SEMPER | 021 43930682 |
SMPN 122 | JL. SMP 122 KAPUK NO.26 | 021 6194414 |
SMPN 123 | KOMP. PT.HII KELAPA GADING I | 021 4525929 |
SMPN 129 | JL. WARAKAS VI KEL. PAPANGGO | 021 43935165 |
SMPN 136 | JL. BENDUNGAN MELAYU NO. 80 | 021 43911114 |
SMPN 140 | KOMP. SERNEG BLOK A S. AGUNG | 021 6459389 |
SMPN 143 | JALAN CILINCING BHAKTI IX NO.1 JAKARTA UTARA | 021 4402004 |
SMPN 151 | JL. KEPIL NO. 1 | 021 4303682 |
SMPN 152 | JL. SUNTER JAYA IV | 021 6507186 |
SMPN 162 | JALAN MARUNDA BARU IV CILINCING JAKARTA UTARA | 021 44851009 |
SMPN 170 | JL. KEPU NO. 17 PEGANGSAAN DUA | 021 4602817 |
SMPN 173 | JL. ALUR LAUT NO. 57 | 021 4303610 |
SMPN 200 | JALAN ROROTAN IX RT.04/10 NO.2 CILINCING JAK-UT | 021 44850643 |
SMPN 221 | JL. SUNTER KARYA V S.AGUNG | 021 6458213 |
SMPN 231 | JALAN RAYA TUGU SEMPER BARAT CILINCING JAK – UT | 021 4400643 |
SMPN 244 | JALAN CILINCING BHAKTI VI NO.28 JAKARTA UTARA | 021 4400872 |
SMPN 261 | MUARA ANGKE | 021 6682126 |
SMPN 266 | JALAN CILINCING BHAKTI VI NO.29 RT.04/09 JAK – UT | 021 4402745 |
SMPN 270 | JL. KOMPI UDIN PEGANGSAAN DUA | 021 4529223 |
SMPN 277 | JL. SINDANG TERUSAN NO. 34A | 021 43934526 |
SMPN 279 | JL. MAHONI NO. 44 LAGOA | 021 43935194 |
SMPN 282 | JL. KOMPLEK TAMAN NYIUR S.AGUNG | 021 6505777 |
Sekolah | Alamat | Telepon |
SMPN 22 | JL. JEMBATAN BATU NO. 74 | 021 6269841 |
SMPN 32 | JL. PEJAGALAN NO 51 | 021 6917188 |
SMPN 45 | JL. UTAMA RAYA NO. 45 CENGKARENG BARAT | 021 6191705 |
SMPN 54 | JL. BLANDONGAN NO. 37 | 021 6398734 |
SMPN 61 | JLN. Z. SLIPI DALAM JAKARTA BARAT | 021 5485067 |
SMPN 63 | JL. PERNIAGAAN NO. 31. | 021 6904630 |
SMPN 69 | JL TANJUNG DUREN TIMUR NO. 16 | 021 5656602 |
SMPN 75 | JL. RAYA KEBON JERUK NO.19 | 021 5483496 |
SMPN 82 | JL. DAAN MOGOT KOMP.BANK MANDIRI PESING JAKBAR | 021 5667126 |
SMPN 83 | JL. EMPANG BAHAGIA JELAMBAR | 021 5672648 |
SMPN 88 | JLN. ANGGREK GARUDA SLIPI | 021 5480779 |
SMPN 89 | JL. TANJUNG DUREN BARAT IV | 021 5672531 |
SMPN 100 | JL. OBSIDIAN NO.1 KAPUK | 021 6195170 |
SMPN 101 | JL. PAL MERAH UTARA II NO. 210C | 021 5481510 |
SMPN 105 | JL RAYA KEMBANGAN SELATAN | 021 70615573 |
SMPN 108 | JL. FLAMBOYAN NO.53 CENGKARENG BARAT | 021 5550754 |
SMPN 111 | JLN. BHAKTI VII/2 KEMANGGISAN | 021 5482423 |
SMPN 125 | JL. UTAN JATI PEGADUNGAN | 021 5417532 |
SMPN 127 | JL. RAYA KEBON JERUK NO.126A | 021 5480114 |
SMPN 130 | JLN. K.S. TUBUN I KOTA BAMBU | 021 5484984 |
SMPN 132 | JL. TAWANGMANGU NO.2 KED. KALIANGKE | 021 6198897 |
SMPN 134 | JL. MERUYA UTARA KEMBANGAN JAKARTA BARAT | 021 5842449 |
SMPN 142 | JL JOGLO RAYA KEMBANGAN JAKARTA BARAT | 021 5844666 |
SMPN 159 | JL. JEMBATAN BESI RAYA | 021 6302655 |
SMPN 169 | PETA UTARA NO. 11 PEGADUNGAN | 021 6194489 |
SMPN 176 | JL. RAYA DURI KOSAMBI NO.6 DURI KOSAMBI | 021 5415850 |
SMPN 186 | PETA BARAT KALIDERES | 021 5412243 |
SMPN 187 | JL. GAGA UTAMA SEMANAN KALIDERES | 021 5455859 |
SMPN 189 | JL. RAYA KELAPA DUA | 021 5300625 |
SMPN 190 | PREPEDAN KAMAL KALIDERES | 021 5552419 |
SMPN 191 | JL. KEPA DURI RAYA NO.2 | 021 5659736 |
SMPN 197 | JL. RAYA KEDOYA NO.100 | 021 5801793 |
SMPN 201 | JL. KAYU BESAR CENGKARENG TIMUR | 021 5553675 |
SMPN 204 | PETA UTARA PEGADUNGAN KALIDERES | 021 5450436 |
SMPN 205 | SEMANAN RAYA KALIDERES | 021 5446287 |
SMPN 206 | JLMERUYA SELATAN,KEMBANGAN JAKARTA BARAT | 021 5850137 |
SMPN 207 | JL RAYA MERUYA UTARA SRENGSENG RT007/02 | 021 5846707 |
SMPN 215 | JL MELATI, TAMAN MERUYA ILIR BLOK B | 021 5850391 |
SMPN 219 | JL. KOMP. PEMADAM JOGLO JAKARTA BARAT | 021 5853326 |
SMPN 220 | JL. TANJUNG DUREN BARAT | 021 5687919 |
SMPN 224 | JL. SMPN 224 KEBON DUARATUS KAMAL | 021 5560202 |
SMPN 225 | JL.KP.KOJAN KALIDERES | 021 5409941 |
SMPN 229 | JL. RAYA KEBON JERUK NO.39 | 021 5303652 |
SMPN 248 | JL. KAMAL RAYA CENGKARENG TIMUR | 021 5451352 |
SMPN 249 | JL. JAYA 25 NO.41 CENGKARENG BARAT | 021 5550245 |
SMPN 264 | JL. AL-BARKAH I RAWA BUAYA | 021 5810740 |
SMPN 271 | JL. PAHLAWAN SUKABUMI SELATAN | 021 5330627 |
SMPN 274 | JL. EMPANG BAHAGIA RAYA 4 B JELAMBAR JAKARTA BARAT | 021 5684386 |
SMPN 278 | JL. KAMAL BENDA RAYA NO.16 | 021 5557944 |
SMPN 286 | JL. RAWA KEPA VIII TOMANG | 021 5637038 |
Sekolah | Alamat | Telepon |
SMPN 6 | JL. BULAK TIMUR I/7 KLENDER | 021 8614103 |
SMPN 7 | JL. BALAI RAKYAT UTAN KAYU | 021 8583817 |
SMPN 9 | JL. KELAPA DUA WETAN | 021 8719966 |
SMPN 14 | JL. MATRAMAN RAYA 177 BALI MESTER | 021 8195507 |
SMPN 20 | JALAN RANTAI MAS KPAD BULAK RANTAI | 021 70912033 |
SMPN 24 | JL. DUKUH V KEL.DUKUH KEC.KRAMAT JATI JAK-TIM | 021 8404434 |
SMPN 25 | JL. CIPINANG MUARA | 021 8195679 |
SMPN 26 | JL. KEBON PALA 1 | 021 8196643 |
SMPN 27 | KOMP. PTB DUREN SAWIT-DUREN SAWIT | 021 8615189 |
SMPN 35 | JL. KAYU MANIS GG. RAIMAN NO.71B | 021 8004945 |
SMPN 36 | JL. PEDATI | 021 81973636 |
SMPN 44 | JL. GADING RAYA VII PULOGADUNG | 021 4891725 |
SMPN 49 | JL. RAYA BOGOR KRAMATJATI | 021 8090200 |
SMPN 50 | KOMPLEK KODAM JAYA CILILITAN II KRAMATJATI | 021 8091734 |
SMPN 51 | JL. KEJAKSAAN KAV. PONDOK BAMBU – DUREN SAWIT | 021 8617042 |
SMPN 52 | JL. CIPINANG ELOK | 021 8196452 |
SMPN 62 | JL.JATINEGARA TIMUR IV KOMP.PEND.RAWABUNGA JAK-TIM | 021 8195366 |
SMPN 74 | JL. PEMUDA NO. 6 JAKARTA TIMUR | 021 4892521 |
SMPN 80 | JL.KAYATUN TRIKORA HALIM P JAKARTA TIMUR | 021 8090092 |
SMPN 81 | JL. MONUMEN PANCASILA SAKTI LUBANG BUAYA | 021 8408656 |
SMPN 90 | JL. RAYA BEKASI KM.18 | 021 4603764 |
SMPN 91 | JL.RAYA BOGOR KM.28 PEKAYON | 021 8718877 |
SMPN 92 | JL. PERHUBUNGAN XII RAWAMANGUN | 021 4713051 |
SMPN 97 | JL. GALUR SARI RAYA UTAN KAYU SELATAN MATRAMAN | 021 8196209 |
SMPN 99 | JL. SIRAP KEL. KAYU PUTIH | 021 4891456 |
SMPN 102 | JL.SEDERHANA RAYA CIJANTUNG II | 021 8401794 |
SMPN 103 | JL.RA FADILLAH KOMPLEK KOPASSUS CIJANTUNG | 021 8400005 |
SMPN 106 | JL. H. BAPING | 021 8412710 |
SMPN 109 | JL.KESEHATAN NO.105 KPAD CIP.MELAYU JKT TIM | 021 8615289 |
SMPN 117 | JL. PAHLAWAN REVOLUSI PONDOK BAMBU | 021 8610050 |
SMPN 126 | JL.SMP 126 BATU AMPAR KEC KRAMAT JATI | 021 8094151 |
SMPN 128 | JL.HERKULES HALIM P JAKARTA TIMUR | 021 8009861 |
SMPN 135 | JL. TELUK PALU NO. 35 PONDOK BAMBU. DUREN SAWIT | 021 8617871 |
SMPN 138 | JL. P. KOMARUDIN PULOGEBANG – CAKUNG | 021 4608257 |
SMPN 139 | JL. BUNGA RAMPAI X PERUM KLENDER. MALAKA JAYA | 021 86622390 |
SMPN 144 | JL. RAYA BEKASI KM 23 CAKUNG | 021 4617313 |
SMPN 146 | JL. BALAI RAKYAT CAKUNG JAKARTA TIMUR | 021 4612295 |
SMPN 147 | JL. LAP TEMBAK CIBUBUR | 021 8719292 |
SMPN 148 | JL. BB.I CIPINANG MUARA | 021 8199585 |
SMPN 149 | JL. CIPINANG BESAR | 021 8506210 |
SMPN 150 | JL. BATU TUMBUH VII | 021 8093810 |
SMPN 157 | JL. ALBAIDHO I LUBANG BUAYA | 021 8404810 |
SMPN 158 | JL. TB BADARUDIN JATINEGARA KAUM | 021 4721772 |
SMPN 160 | JL. TMII CEGER KEC. CIPAYUNG | 021 8441330 |
SMPN 165 | JL. BALAI RAKYAT III NO. 16 DUREN SAWIT | 021 8614106 |
SMPN 167 | JL. LINGKAR DUREN SAWIT – DUREN SAWIT | 021 8620641 |
SMPN 168 | JL. BUARAN CAKUNG BARAT | 021 4610680 |
SMPN 171 | JL. H. BAPING | 021 8414989 |
SMPN 172 | JL. RAYA STASIUN CAKUNG PULOGEBANG JAKARTA TIMUR | 021 4805079 |
SMPN 174 | JL. H. BAPING | 021 8411005 |
SMPN 179 | JL.KALISARI, KALISARI | 021 8711073 |
SMPN 180 | JL. BAMBU WULUNG, BAMBU APUS CIPAYUNG | 021 8441501 |
SMPN 184 | JL.LAPAN KELURAHAN PEKAYON | 021 8711341 |
SMPN 188 | JL. TANAH MERDEKA | 021 8403136 |
SMPN 192 | JL. SETU LUBANG BUAYA CIPAYUNG | 021 8467464 |
SMPN 193 | JL. UJUNG MENTENG CAKUNG JAKARTA TIMUR | 021 4612775 |
SMPN 194 | JL. PENDIDIKAN RAYA IX KOMP IKIP DUREN SAWIT | 021 8628255 |
SMPN 195 | JL. SAWAH BARAT NO. 48 DUREN SAWIT | 021 8614104 |
SMPN 196 | JL. MABES TNI PONDOK RANGGON CIPAYUNG | 021 8441985 |
SMPN 198 | JL. PERTANIAN KLENDER – DUREN SAWIT | 021 8616425 |
SMPN 199 | JL. ARABIKA S BLOK. AC 3 PD. KOPI – DUREN SAWIT | 021 8624937 |
SMPN 202 | JL. BULUH PERINDU IV/1 PONDOK BAMBU | 021 8612292 |
SMPN 203 | JL.KALISARI, KALISARI | 021 8707228 |
SMPN 208 | JL. R. CENTEX | 021 8411088 |
SMPN 209 | JL. INPRES KEL. TENGAH KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR | 021 8009013 |
SMPN 210 | JL. R. CENTEX | 021 8411183 |
SMPN 213 | JL. MALAKA I PERUNAS KLENDER-MALAKA JAYA | 021 8621548 |
SMPN 214 | JL.RAJAWALI RAYA HALIM P JAKARTA TIMUR | 021 8096021 |
SMPN 217 | JL.GONGSENG RAYA KELURAHAN BARU | 021 8401389 |
SMPN 222 | JL. RAYA CEGER CIPAYUNG | 021 8445662 |
SMPN 223 | JL.SURILANG KELURAHAN GEDONG | 021 8403316 |
SMPN 230 | JL. TPU PONDOK RANGGON KEC. CIPAYUNG | 021 84400283 |
SMPN 232 | JL. GADING RAYA NO.16 PISANGAN TIMUR | 021 4712538 |
SMPN 233 | JL. RAYA LAP. TEMBAK | 021 8705357 |
SMPN 234 | JL. KAYU TINGGI CAKUNG | 021 4611559 |
SMPN 236 | JL. PENGGILINGAN KOMPLEK PIK | 021 4604272 |
SMPN 237 | JL. BAMBU PETUNG CIPAYUNG | 021 8448460 |
SMPN 243 | JL. CIPINANG JAYA II | 021 8199916 |
SMPN 246 | JL. SPG VII LUBANG BUAYA CIPAYUNG | 021 8404491 |
SMPN 251 | JL.MAWAR KP.ASEM KELURAHAN CIJANTUNG | 021 8711079 |
SMPN 252 | JL. NAMAN PONDOK KELAPA | 021 8640755 |
SMPN 255 | JL. RADIN INTEN II DUREN SAWI | 021 8601993 |
SMPN 256 | JL. BALAI RAKYAT CAKUNG JAKARTA TIMUR | 021 4603753 |
SMPN 257 | JL. KEL.RAMBUTAN – CIRACAS | 021 8404160 |
SMPN 258 | JL. LAP. TEMBAK-CIBUBUR | 021 8705669 |
SMPN 259 | JL. LAKSAMANA VII KOMP KARYAWAN TMII | 021 8467855 |
SMPN 262 | JL. KAYU TINGGI CAKUNG | 021 4612276 |
SMPN 263 | JALAN DUKUH V KRAMATJATI JAKARTA TIMUR | 021 8413638 |
SMPN 268 | JL.SD.INPRES KEB.PALA JAKARTA TIMUR | 021 8007517 |
SMPN 272 | JL. ALBAIDHO I LUBANG BUAYA CIPAYUNG | 021 87791857 |
SMPN 275 | JL.JENGKI CIP.ASEM KEB.PALA | 021 8004083 |
SMPN 281 | JL. KERJA BAKTI | 021 8091021 |
SMPN 283 | JL. BAMBU HITAM BAMBU APUS CIPAYUNG | 021 84598876 |
SMPN 284 | JL. RAWA BEBEK PULOGEBANG CAKUNG | 021 4806031 |
SMPN 287 | JL RAYA PINANG RANTI | 021 - |
WILAYAH JAKARTA PUSAT
No. | Nama Sekolah | Alamat |
1 | SMP Negeri 216 | JL. Salemba Raya No. 18 Telp, 31931857 |
2 | SMP Negeri 1 | JL. Raya Cikini No. 87 Telp, 31922417 |
3 | SMP Negeri 5 | JL. Dr Sutomo No. 5 Sawah Besar Telp, 3844986 |
No. | Nama Sekolah | Alamat |
1 | SMP Negeri 30 | JL. Anggrek No. 4 Koja Telp, 43911051 |
2 | SMP Negeri 95 | JL. Warakas VI Papongo Tanjung Priok Telp, 43937969 |
3 | SMP Negeri 231 | JL. Raya Tugu Semper Cilincing Telp, 4400643 |
4 | SMP Negeri 244 | JL. Cilincing Bhakti VI No. 28 Telp, 4400872 |
No. | Nama Sekolah | Alamat |
1 | SMP Negeri 75 | JL. Raya Kebon Jeruk Telp, 5483496 |
2 | SMP Negeri 45 | JL. Utama Raya No. 45 Cengkareng Telp, 6191705 |
3 | SMP Negeri 111 | JL. Bhakti VII Kemanggisan Telp, 5482423 |
4 | SMP Negeri 206 | JL. Meruya Selatan, Kembangan Telp, 5850137 |
No. | Nama Sekolah | Alamat |
1 | SMP Negeri 115 | Jl. KH Abdullah Syafei, Tebet Telp 8297511 |
2 | SMP Negeri 11 | Jl. Kerinci VII Blok E, Kebayoran Baru Telp 7221665 |
3 | SMP Negeri 19 | Jl. Bumi BLOK E, No 21 Keb.Baru Telp 7250219 |
4 | SMP Negeri 41 | Jl. Harsono RM. Ragunan Telp 7814294 |
5 | SMP Negeri 85 | Jl. Margasatwa No. 8 Pd. Labu, Cilandak Telp 7657652 |
6 | SMP Negeri 161 | Jl. Delman Kencana II Tanah Kusir, Kebayoran Lama Telp 7247127 |
7 | SMP Negeri 68 | Jl. Cipete III/4 Telp 7695722 |
8 | SMP Negeri 48 | JL.KEBAYORAN LAMA 192 Telp 021 7396648 |
No. | Nama Sekolah | Alamat |
1 | SMP Negeri 109 | Jl. Kesehatan Kodam V Makassar Telp 8615289 |
2 | SMP Negeri 49 | Jl Raya Bogor , Kramat Jati Telp 8090200 |
3 | SMP Negeri 81 | Jl. Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Telp 8408656 |
4 | SMP Negeri 103 | Jl. RA Fadillah Komp Kopassus Cijantung Telp 8400005 |
5 | SMP Negeri 102 | Jl. Sederhana Raya Cijantung Telp 8401794 |
6 | SMP Negeri 128 | Jl. Herkules Halim Perdana Kusuma Telp 8009861 |
7 | SMP Negeri 172 | Jl. Raya Stasiun Cakung Pulo Gebang Telp 4805079 |
8 | SMP Negeri 193 | Jl. Ujung Menteng Cakung Telp 4512775 |
9 | SMP Negeri 199 | Jl. Arabica S Blok AC 3 Pondok Kopi Telp 8624937 |
10 | SMP Negeri 236 | Jl. Penggilingan Komplek PIK Telp 4604272 |
11 | SMP Negeri 252 | Jl Naman Pondok Kelapa Telp 8640755 |
12 | SMP Negeri 255 | Jl. Raden Inten Duren Sawit Telp 8601993 |
13 | SMP Negeri 27 | Komp PTB Duren Sawit Telp 8615189 |
14 | SMP Negeri 74 | Jl. Pemuda No 6 P. Gadung Telp 4892521 |
15 | SMP Negeri 139 | Jl. Bunga Rampai X Perumnas Klender Telp 86622390 |
16 | SMP Negeri 92 | Jl. Perhubungan XII Rawamangun Telp 4713051 |
17 | SMP Negeri 9 | Jl. Kelapa Dua Wetan Ciracas Telp 8719966 |
18 | SMP Negeri 179 | Jl. Kalisari Pasar Rebo, Telp 8711073 |
19 | SMP Negeri 117 | JL. Pahlawan Revolusi, Pondok Bambu, telp: 8610050(sumber) |
Langganan:
Postingan (Atom)